'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.
Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du
Ditulis Oleh Abu ‘Abdillah Muhammad Ja’far Piliong
Kota Jambi ( Jumadil Akhir 1432 H)
Kota Jambi ( Jumadil Akhir 1432 H)
Nabi Muhammad صلى الله عليه وعلى أله وسلم telah menyampaikan bahwa umat ini akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan saja yaitu Firqotun Najiyah (golongan yang selamat). Banyak hadits yang menyebutkan tentang hal ini, diantaranya dari ‘Abdullah Ibn Amr Ibn Al ‘Ash رضي الله عنهما :
قَالَ النَبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَسَلَّمَ: إِنِّ بَنِى إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمًّتِى عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلًّةً, كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً, قَلُوْا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلُ اللهِ؟ مَا أَنَ عَلَيْهِ وَأصْحَابِى (اخرجه الترمذى 2641, اللالكائى, شرح إعتقاد أهل السنة 147, وبن بطة في الإبانة 71)
Ada penguat-penguat lain dari hadits Abu Hurairah, Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan, Anas Ibn Malik, ‘Auf Ibn Malik dan Ibnu Mas’ud رضي الله عنهم.
Artinya:
Nabi صلى الله عليه وعلى أله وسلم bersabda, “Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, mereka semua di neraka kecuali satu golongan”, sahabat bertanya, “Siapakah golongan (yang selamat) itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apa yang aku dan sahabatku ada di atasnya.”
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه dia berkata, “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وعلى أله وسلم tentang kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dulu berada di masa jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami kebaikan (Islam) ini. Apakah setelah kebaikan (Islam) ini ada kejelekan?” Beliau menjawab, “Ya.” Aku bertanya, “Apakah setelah keburukan tersebut ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya, akan tetapi ada dakhon.” Aku bertanya, “Apakah itu wahai rasulullah?” Beliau menjawab, “Suatu kaum yang tidak berpegang dengan sunnahku dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, padahal engkau mengenal mereka akan tetapi engkau ingkari.” Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan tersebut ada keburukan?” Beliau menjawab, “Ya, yaitu para da’i yang mengajak kepada pintu-pintu neraka jahanam. Barangsiapa yang menyambut ajakan mereka, maka mereka akan melemparkannya ke neraka jahanam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah sebutkanlah cirri-ciri mereka.” Beliau menjawab, “Suatu kaum yang kulitnya sama dengan kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah apa saran engkau jika aku mendapatkan keadaan yang demikian?” Beliau menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah kaum muslimin dan pemimpin mereka.” Aku bertanya, “Jika mereka tidak mempunyai jama’ah dan pemimpin?” Beliau menjawab, “Tinggalkanlah kelompok-kelompok (sesat) itu walaupun engkau menggigit akar pohon sehingga kematian dating menjemputmu dalam keadaan engkau seperti itu. (Mutafaqun ‘Alaihi).
Penjelasan Point-Point Dari Hadits di Atas
- Allah عز وجلى menetapkan adanya fitnah dan ujian kepada makhluknya agar orang yang jujur terbedakan dari orang-orang yang dusta, sebagaimana firman-Nya:
الم
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Q.S. Al Ankabut: 1-3).
Fitnah ini adalah sunnatullah yakni suatu ketetapan dari Allah yang pasti terjadi dan mengandung hikmah ilahiyah. Jika seandainya tidak ada fitnah ini, niscaya akan tercampur antara haq dengan batil, antara orang mukmin dengan orang munafiq dan pengikut keduanya. Oleh karena itu tahdzir (memperingatkan) merupakan manhaj (metode/jalan) para nabi dalam dakwah kepada Allah, mengenal jalan orang-orang jahat, menyimpang, ahlu batil agar terang dan jelas sehingga tidak tercampur dengan jalan orang-orang mukmin;
- Tidak cukup mempelajari kebaikan-kebaikan saja, namun harus megetahui keburukan-keburukan agar bisa dijauh, seperti kesyirikan, bid’ah, kekufuran, dll karena jika tidak mengetahui keburukan maka bisa jadi akan tergelincir ke dalamnya, sebagaimana ucapan penyair:
“Aku mengenal keburukan bukanlah untuk berbuat keburukan akan tetapi agar aku terlindung darinya.
Barangsiapa yang tidak mengenal keburukan dari kebaikan maka dia akan terjerumus darinya.”
Al Qur’an menjelaskan yang haq dan batil, iman dan kufur, tauhid dan syirik, halal dan haram. Nabi صلى الله عليه وسلم menjelaskan yang haq dan batil pada seluruh urusan agama. Demikian juga para ulama dalam karya-karya mereka;
- Jahiliyah disandarkan kepada kata “jahil” yaitu tidak ada ilmu. Jahiliyah adalah periode kosong yang tidak ada Rasul dan kitab suci yaitu sebelum diutusnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وعلى أله وسلم, oleh karena itu mengatakan umat Islam sekarang ini dalam masa jahiliyah atau lebih dari itu adalah penentangan terhadap Al Qur’an, sunnah nabawiyah dan ilmu-ilmu yang menyebar di tengah-tengah kita. Hal ini juga mengandung pengkafiran terhadap umat Islam. Ungkapan ini (mengatakan umat Islam sekarang ini dalam masa jahiliyah) sering dipakai oleh kelompok Khawarij Takfiri (kelompok yang menentang penguasa dan mudah mengkafirkan) modern abad ini.
Yang benar dalam permasalahan ini yakni dengan mengucapkan masih tersisa sebagian dari perangai jahiliyah pada sebagian pribadi manusia, suku atau daerah. Inilah yang dimaksud dengan jahiliyah juziyyah (sepotong/parsial), sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وعلى أله وسلم:
قَالَ النَبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَسَلَّم: أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِيْ مِنْ أُمُوْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُوْ هُنَّ الطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْفَخْرُ بِا لأَحْسَابِ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ وَالإِسْتِسْقَاءُ بِاالنُّجُوْمِ (رواه البخرى 3850, مسلم 934)
Artinya:
Nabi صلى الله عليه وعلى أله وسلم bersabda, “Ada 4 perkara dari perkara-perkara jahiliyah yang tidak ditinggalkan : mencela nasab (keturunan), sombong dengan kedudukan, meratapi mayit, memohon hujan dengan bintang-bintang”. (Mutafaqun ‘Alaihi).
Ketika Nabi صلى الله عليه وعلى أله وسلم mendengar seseorang mengejek saudaranya dengan ucapan “wahai anak orang hitam”, maka beliau bersabda padanya, “Apakah engkau mengejeknya karena ibunya? Sesungguhnya engkau adalah seseorang yang (pada dirimu ) ada perkara jahiliyah. (Hadits Riwayat Bukhari 30, 2545, 6050 Muslim 1661).
As Syarr (keburukan) maksudnya adalah keadaan manusia diatas keburukan sebelum diutusnya Rasulullah صلى الله عليه وعلى أله وسلم;
- Kebaikan (Islam) datang dari sisi Allah عز وجلّ;
- Perkataan Hudzaifah, “Apakah setelah kebaikan (Islam) ini ada keburukan lagi?” maksudnya adalah seorang muslim tidaklah aman dari fitnah para penyeru kesesatan dan keburukan.
Beliau صلى الله عليه وعلى أله وسلم menjawab, “Ya.” Maka disini dapat diambil faedah bahwa ini merupakan berita dari Rasulullah صلى الله عليه وعلى أله وسلم mengenai akan datangnya keburukan setelah datangnya kebaikan (Islam) yang dibawa beliau. Dan hal ini telah terbukti dengan munculnya kelompok-kelompok sesat seperti: Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Jabbariyah, dll;
- Setelah keburukan tersebut ada kebaikan, maknanya adalah keburukan itu tidaklah kekal melainkan seorang muslim akan menanti kelapangan dari Allah عز وجل, sebagaimana firman Nya:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Ash Sharh: 5-6).
Betapapun banyaknya fitnah dan kejelekan, sesungguhnya dengan izin Allah عز وجل akan senantiasa ada sekelompok manusia yang menampakkan al Haq, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وعلى أله وسلم:
لَايَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لَايَضُرُّهُمْ مَنْ خَزَ لَهُمْ وَلَا مَنْ حَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِى أَمَرَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
Artinya:
Senantiasa aka nada sekelompok dari umatku menampakkan al haq, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan dan menyelisihinya sampai datang keputusan Allah Tabaaraka Wa Ta’ala. (Bukhori 7311 dan Muslim 1921);
- Aku (Hudzaifah) bertanya, “Dan apakah setelah keburukan ini akan ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya.” Ini merupakan faedah tentang adanya kelapangan sehingga manusia tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah عز وجل, oleh karena itu teruslah berdakwah di jalan Allah عز وجل;
- Ucapan beliau, “Dalam kebaikan tersebut terdapat ad dakhan.” Maknanya: ini menunjukkan suatu kebaikan yang diiringi perubahan;
- Perubahan tersebut adalah sebuah kaum yang mempunyai penyimpangan-penyimpangan. Mereka menyelisihi sunnah Nabi صلى الله عليه وعلى أله وسلم. Beliau menyebutkan “ad dakhan” yang terdapat padanya bahaya dan kekurangan.
Dalam hal ini seorang muslim tidaklah divonis kafir selama tidak melakukan syirik besar atau melakukan salah satu perbuatan yang menyebabkan batalnya keislaman, tetapi divonis bersalah atau sesat;
- Aku (Hudzaifah) bertanya, “Apakah sesudah kebaikan ini ada keburukan?” Beliau menjawab, “Ya.” Hal ini adalah untuk yang ketiga kalinya akan tetapi lebih besar dari yang pertama, yakni para da’i yang menyeru kepada neraka jahanam, oleh karenanya wajib bagi seorang muslim berhati-hati terhadap mereka;
- Barangsiapa tunduk, mendengarkan dan menolong mereka maka mereka akan menggiringnya ke neraka;
- Berpegang teguh dengan jama’ah kaum muslimin dan penguasa mereka;
- Meninggalkan setiap jama’ah yang menyimpang dari sunnah Rasul, salaf as shalih, jama’ah kaum muslimin, terlebih lagi tatkala tidak ada jama’ah dan pemimpin kaum muslimin;
- Amalan-amalan itu ditentukan dengan amalan penutupnya.