Minggu, 24 Juni 2012

Al Quran dan As Sunnah dengan Pemahaman yang Benar Mengandung Obat dan Penawar dari Berbagai Penyakit Qalbu


Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah
Allah Azza wajalla berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
Dan Allah Azza wajalla berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al Israa: 82)
Telah terdahulu disampaikan bahwasanya kesimpulan penyakit qalbu ialah:
1. Penyakit syubuhat (kerancuan-kerancuan dalam agama) dan
2. Penyakit syahawat (kemaksiatan karena harta, wanita, dan tahta)
Dan Al quran adalah penyembuh dari dua macam penyakit ini, di dalamnya terdapat penjelasan dan bukti-bukti nyata yang menerangkan tentang yang haq dari yang bathil.
Maka menjadi hilanglah penyakit-penyakit syubhat yang merusak ilmu, gambaran terhadap kebenaran, dan daya tangkap terhadap kebenaran. Dengan Al Quran ia akan melihat segala sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tidak ada di bawah langit ini satu kitabpun selain Al Quran yang mengandung bukti-bukti nyata dan ayat-ayat terhadap persoalan yang tinggi: seperti tauhid, penetapan sifat, hari kiamat, kenabian, bantahan terhadap agama bathil, dan pemikiran (ideologi) yang rusak. Maka sesungguhnya Al Quran sudah mencukupi itu semua dan kandungan isinya sangat baik dari segala sisi, paling dekat dengan pemahaman akal, dan paling fasih dalam penjelasannya. Maka Al Quran adalah obat yang sebenarnya dari berbagai syubhat (kerancuan) dan keraguan.
Akan tetapi itu semua tergantung pada pemahamannya dan pengetahuannya tentang apa yang dimaukan dari Al Quran. Maka barangsapa yang dianugerahi Allah Ta’ala pemahaman dan pengetahuan niscaya ia dapat memandang al haq dan bathil secara jelas dengan qalbunya sebagaimana ia melihat malam dan siang.
Dan ia mengetahui bahwa kitab yang merupakan hasil karya manusia, pandangan serta pemikiran mereka adalah antara:
• ilmu-ilmu yang tidak terpercaya, hanya sekedar pendapat pribadi dan ikut-ikutan, atau
• dugaan semu, tidak menambah al haq, atau
• perkara yang memang shahih namun padanya tidak bermanfaat bagi qalbu, atau
• ilmu-ilmu yang memang shahih namun menempuh jalan terjal untuk mendapatkannya dan disusi yang terlalu panjang untuk ditetapkan, dengan manfaatnya yang sedikit. Maka ia seumpama,
لَحْمُ جَمَلٍ غَثٍّ عَلَى رَأْسِ جَبَلٍ وَعْرٍ لَا سَهْلٌ فَيُرْتَقَى وَلَا سَمِيْنٌ فَينْتَقَلْ
“Daging unta yang kurus, yang berada di atas puncak gunung yang terjal dan sulit, tidak mudah untuk bisa dipanjat, tidak pula gemuk sehingga perlu dipindahkan.” (Potongan dari hadits Ummu Zar’ yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5189 dan Muslim no. 2448) [1]
Dan sebaik-baik apa yang dimiliki oleh ahlul kalam dan selainnya maka di dalam Al-Qur’an ada yang lebih benar penetapannya dan lebih baik penjelasannya. Dan tidaklah yang mereka miliki kecuali memberat-beratkan, memperpanjang dskusi, dan bertele-tele.
Sebagaimana dikatakan dalam syair:
لَوْلَا التَّنَافُسُ فِي الدُّنْيَا لَمَا وُضِعَتْ كُتُبُ التَّنَاظُرِ لَا الْمُغْنِي وَلَا الْعُمُدُ
يُحَلِّلُوْنَ بِزَعْمٍ مِنْهُمْ عُقَدَا وَبِالَّذِيْ وَضَعُوْهُ زَادَتِ الْعُقَدُ
“Kalau bukan karena persaingan di dunia, niscaya tidak dikarang buku-buku perdebatan, tidak Al-Mughni tidak pula Al-’Umud.
Mereka menyangka menguraikan keruwetan, padahal apa yang mereka karang itu menambah keruwetan.”
Maka mereka menyangka bahwa mereka menolak dengan apa yang mereka karang itu kerancuan dan keraguan, padahal orang yang cerdik pandai mengetahui bahwasanya kerancuan dan keraguan justru bertambah dengan karangan mereka itu.
Dan suatu hal yang mustahil jika tidak didapatkan kesembuhan, hidayah, ilmu, dan keyakinan dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, sementara didapatkan dari ucapan mereka orang-orang yang bingung, bimbang, dan ragu. Padahal dikabarkan oleh orang yang telah sampai pada ujung petualangan pikiran [2] di mana ia berkata,
نِهَايَةُ إِقْدَامِ الْعُقُوْلِ عِقَالُ, وَأَكْثَرُ سَعْيِ الْعَالَمِيْنَ ضَلَالُ, وَأَرْوَاحُنَا فِيْ وَحْشَةٍ مِنْ جُسُوْمِنَا, وَحَاصِلُ دُنْيَانَا أَذًى وَوَبَالُ, وَلَمْ نَسْتَفِدْ مِنْ بَحْثِنَا طُوْلَ عُمْرِنَا, سِوَى أَنْ جَمَعْنَا فِيْهِ قِيْلَ وَقَالُوْا
“Ujung dari petualangan logika adalah ‘iqal (belenggu). Dan kebanyakan usaha para makhluk adalah kesesatan. Dan ruh-ruh kita dalam ketakutan terhadap jasad-jasad kita. Dan hasil dari dunia kita adalah gangguan dan bencana. Dan kita tidak mengambil faidah dari pembahasan-pembahasan kita sepanjang umur kita, selain kita mengumpulkan di dalamnya ucapan ‘dikatakan’ dan ‘katanya’.
Sungguh aku telah memperhatikan berbagai metode-metode al kalam dan manhaj-manhaj para filosof, maka aku tidak melihatnya bisa mengobati penyakit dan bisa menghilangkan dahaga, dan aku melihat bahwa metode yang paling dekat (kepada kebenaran) adalah Al Quran. Aku membaca firman Allah Ta’ala dalam penetapan sifat Allah Azza wajalla,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thaahaa: 5)
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (Faathir: 10)
Dan aku membaca firman Allah Ta’ala dalam penafian sifat Allah Azza wajalla,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia,” (Asy Syuuraa: 11)
وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
“Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (Thaahaa: 110)
Dan barangsiapa yang mencoba seperti pengalamanku niscaya dia akan tahu seperti apa yang aku ketahui.”
Inilah bait nasyidnya dan inilah ucapan lafazhnya di kitab-kitabnya yang terakhir, padahal beliau adalah orang yang paling utama di zamannya secara mutlak dalam ilmu kalam dan filsafat. Dan ucapan orang-orang yang semisalnya dalam perkara ini terlalu banyak. Di antaranya perkataan sebagian orang-orang yang mengerti terhadap ucapan mereka ini,
آخِرُ أَمْرِ الْمُتَكَلِّمِيْنَ الشَّكُّ وَآخِرُ أَمْرِ الْمُتَصَوِّفِيْنَ الشَّطْحُ
“Akhir urusan orang-orang ahlul kalam adalah keraguan dan akhir urusan orang-orang tasawuf adalah hilangnya akal.”



Al Quran menyampaikanmu kepada jiwa yang yakin dalam pencarian yang merupakan setinggi-tingginya pencarian seorang hamba. Oleh karena itu Al Quran diturunkan oleh dzat yang berbicara dengannya dan Dia menjadikannya sebagai obat terhadap apa-apa yang ada di dalam dada, dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Adapun Al Quran menjadi obat bagi penyakit-penyakit syahwat, yang demikian itu dikarenakan di dalam Al Quran terdapat:
• al hikmah (pelajaran yang bijak),
• mau’izhatul hasanah (peringatan yang baik),
• targhib wat tarhib (motivasi dan ancaman),
• tazhidu fid dunya (zuhud dari kehidupan dunia),
• targhibu fil akhirah (motivasi untuk akhirat),
• permisalan dan dan kisah-kisah yang di dalamnya terdapa berbagai jenis pelajaran dan ilmu.

Maka qalbu yang selamat akan bersemangat jika melihat yang demikian itu dalam perkara-perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik di dunianya maupun akhiratnya. Dan benci dengan apa-apa yang membahayakannya. Maka menjadilah qalbu itu mencintai petunjuk dan membenci kesesatan.

Maka Al Quran menghilangkan penyakit-penyakit yang diarahkan untuk keinginan yang rusak. Al Quran akan memperbaiki qalbu sehingga akan baiklah keinginannya. Dan qalbunya akan kembali kepada fitrahnya seperti sediakala. Maka menjadi baik perbuatan yang menjadi pilihannya dan upayanya sebagaimana badan akan kembali sehat dan baik kepada kondisinya secara tabiat.

Sehingga dengan demikian qalbu tidak akan menerima kecuali al haq sebagaimana anak kecil tidak bisa menerima kecuali hanya susu.

Maka qalbu membutuhkan santapan yang berupa iman dan Al Quran, yang dengannya akan membersihkan qalbu dan menguatkannya, meneguhkan dan menggembirakannya, menyenangkan dan menggiatkannya, serta mengokohkan kekuasaannya. Sebagaimana santapan badan dengan apa-apa yang membuatnya tumbuh berkembang dan menguatkannya.

Qalbu dan badan sama-sama membutuhkan pertumbuhan untuk ia bisa berkembang dan bertambah hingga sempurna dan menjadi baik.

Maka sebagamana badan membutuhkan pertumbuhan dengan adanya makanan yang memperbiki kondisi badannya dan menjaga dari apa-apa yang membahayakannya, dan ia tidak akan tumbuh kecuali apa yang memberi manfaat padanya dan mencegah yang membahayakannya, demikian pula dengan qalbu tidak akan tumbuh dan berkembang, tidak akan sempurna kebaikannya kecuali dengan yang demikian itu.

Tidak ada jalan baginya untuk sampai kepada yang demikian itu kecuali dari Al Quran. Kalau seandainya dia sampai kepada sebagiannya dengan selain Al Quran maka kadarnya hanya sedikit, tidak akan diperoleh dengannya kesempurnaan maksud yang dituju.

Maka sesungguhnya noda-noda perbuatan keji dan maksiat dalam qalbu, kedudukannya sama seperti adanya berbagai unsur yang kotor dalam badan, sama seperti adanya hama dalam tanaman, sama seperti adanya kerak dalam emas, perak, tembaga, dan besi.

Sebagaimana badan jika dikeluarkan darinya berbagai unsur kotor, akan menjadi optimal kekuatannya secara tabiat sehingga dia menjadi ringan, lalu ia mampu bekerja tanpa penghalang dan kendala, dan badan pun tumbuh sehat,

Demikian pula qalbu, jika terlepas dari dosa-dosa dengan taubat kepada Alah Azza wajalla, maka qalbu itu menjadi kosong dari noda-noda, maka menjadi optimal kekuatan qalbu dan keinginannya untuk kebaikan, serta qalbu terbebas dari godaan yang merusak dan noda yang buruk. Qalbu akan tumbuh dan berkembang, dan qalbu akan duduk di atas hamparan kekuasaaan dan menunaikan keputusan hukumnya kepada rakyatnya (yakni anggota badan yang lain). Anggota badan akan mendengar kepadanya serta taat.

Dengan demikian tidak ada jalan bagi qalbu untuk tumbuh dalam kebaikan kecuali setelah bersih dari noda-noda dosa dan maksiat.

[Disalin dari kitab Ighatsatul Lahafan min Mashaidisy Syaithan, Karya Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah]

___________
Footnote:

[1] Yang dimaksud adalah kitab-kitab ahlul bid’ah, tasawuf, ahli filsafat, ahli kalam, ilmu mantiq, mu’tazilah, dan yang semacamnya.
[2] Dia adalah Fakhrurrazi. Ucapan ini dimuat dalam Aqsamul Ladzdzat, seperti diberitakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya. Seperti Dar’u Ta’arudhil Aqli wan Naqli (1/160), Majmu’ Fatawa) dan lainnya.