Adakah Bid’ah Hasanah ?
Saudara kita yng meyakini adanya bid’ah hasanah , berdalil dngan membawa perkata’an imam Syafi’i ; Bid’ah itu ada dua , yaitu , bid’ah yang mahmudah (terpuji) dan bid’ah yang mazhmumah (tercela) . Juga perkata’an sahabat Umar bin khotob . ketika menghidupkan shalat tarawih secara berjama’ah , “ beliau berkata : ِ Sebaik-baik bid’ah adalah ini ” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya) Tanggapannya : Sebelum nya kita lihat hadist nabi tentang bidah . dari Jabir bin Abdillah , Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad . Dan sejelek jelek urusan (perkara dlm ibadah) adalah BIDA’H , dan semua Bid’ah adalah sesat . Dan semua yang sesat tempat nya di neraka . Nabi mengatakan semua bid’ah adalah sesat . sementara imam syafi’i dan umar bin khotob menyebut ada bidah hasanah ( baik ) . Lalu perkata’an siapa yng akn kita ikuti ? Jawaban nya tentu saja perkata’an nabi . Berikut ini adalah dalil dalil dimana kita harus mengikuti perkata’an Nabi dari pada perkata’an yng lain nya .
* FIRMANALLOH ; Jika kalian berselisih tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian . Yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya . [An-Nisa’ : 59]
* HADIST NABI : Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat selama nya , selama kalian berpegang teguh kpd ke duanya , yaitu kitabullah dan Sunnahku (perkata’an ku) . (HR. Malik dan Al-Hakim) .
* IBNU MASUD berkata:
jangan sekali-kali kalian taklid ( masalah agama ) kepada seseorang , (I’lamulMuwaqi’injuz2halaman194)
* ABDULLAH IBNU ABBAS berkata : 1 . Tidak ada seorang pun boleh diambil perkata’an nya atau di tolak , kecuali perkata’an Rasulullah Sallallohu ‘alaihi wasallam (Rowahu- Thobroni) . 2 . Aku khawatir akan datang hujan batu dari langit , ketika aku mengatakan Rasulullah berkata . . , engkau mengatakn Abu Bakar berkata . . , atau Umar berkata . . .
* IMAM ABU HANIFAH berkata :
1 . Apabila saya mengucapkan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah , maka tinggalkanlah perkataanku .
* IMAM MALIK BIN ANNAS berkata : 1 . Saya ini hanya seorang manusia , bisa salah dan bisa benar, maka telitilah pendapatku . Setiap pendapat ku yang sesuai dengan Al-Qur’an
dan sunnah , maka ambillah pendapat tersebut, dan setiap pendapatku yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dan sunnah , maka tinggalkanlah pendapat tersebut . 2 . Tidak ada seorang pun sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali pendapatnya bisa diambil atau juga bisa ditolak .
*IMAM SYAFI’I berkata : 1 . Tidak ada seorang pun , kecuali ia memiliki kemungkinan untuk lupa terhadap sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tersembunyi darinya . Setiap perkata’an ku atau setiap ushul (asas) yang aku letakkan ,kemudian ada riwayat dari Rasulullah menyelisihi perkataan ku , maka pendapat yang harus diikuti itu adalah apa yang di sabdakan oleh Rasulullah , dan aku pun berpendapat dengannya . 2 . Kaum muslimin telah ijma’ bahwasanya barang siapa yang mengetahui dengan jelas suatu sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , maka tidak halal baginya meninggalkan sunnah tersebut kerena perkataan (pendapat) seseorang . 3 . Apabila kalian menjumpai dalam kitabku hal yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah maka
berpendapatlah kalian sesuai dengan sunnah Rasulullah , dan tinggalkan apa yang aku katakan . Dalam riwayat yang lain , Maka ikutilah sunnah tersebut , dan janganlah kalian
hiraukan pendapat seorang pun . 4 . Apabila suatu hadits telah jelas shahih , maka itulah madzhabku . 5 . Apabila kalian melihat aku mengatakan suatu pendapat , sedangkan telah shahih dari
Rasulullah hadits yang menyelisihi pendapatku , maka ketahuilah bahwasanya akalku telah hilang. 6 . Setiap apa yang aku katakan , sedangkan riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menyelisihi pendapatku , maka hadits nabi adalah lebih utama , janganlah kalian bertaqlid kepadaku . 7. Setiap hadits dari Rasulullah , maka itu adalah pendapatku juga , walaupun kalian tidak
pernah mendengarnya dariku . 8 . apabila ada hadits shahih maka itulah madzhabku dan apabila ada hadits Shahih maka
lemparkanlah perkataanku ke tembok . (Siyar A’lam an-Nubula 5/35) 9 . Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam . Maka peganglah hadits Rasulullah itu dan tinggalkanlah
pendapatku itu . Al- Khatib dalam ihtijaj Bi Asy-Syafi’i (VII2) 10 . Barang siapa taklid kepada orang tertentu di dalam mengharamakan sesuatu atau menghalalkannya sedangkan telah tetap hadis shoheh yng menyalahinya dan perbuatan taklid itu mencegah dia dari mengamalkan sunnah , maka sesungguhnya dia telah menjadikan orang yang di taklidki itu sebagai Tuhan selain Allah Ta’ala , dia telah mengharamkan atasnya apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah . (Halil Muslim halaman 25) 11 . Tiap-tiap masalah yang telah sah dari Rasulullah Sallallohu ‘alaihi wasallam di sisi ahli hadis dengan menyalahi apa-apa yang telah kukatakan maka aku akan kembali darinya di dalam hidupku dan sesudah matiku . (Iqadzul Humam hl 99) dan (Halil Muslim hl 63) .
* IMAM AHMAD bin HAMBAL berkata : 1 . janganlah kalian bertaklid kepadaku kepada Imam Malik kepada Imam Abu Hanifah kepada Imam Syafie kepada Imam Auza’i kepada Imam Tsauri dan ambillah (hukum agama) dari mana mereka mengambil . (Halil Muslim halaman 32) 2 . Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah , maka ia berada pada jurang kehancuran (kesesatan). Setelah kita melihat ucapan ucapan para Sahabat , para ulama besar, ulama terdahulu , mereka semua memerintahkan kpd kta untuk mengikuti apa yng di katakan oleh Nabi dan meninggalkan perkata’an siapa pun yang menyelisihi perkata’an Nabi. MASIH KAH KITA AKAN MENGIKUTI PERKATA’AN IMAM SYAFI’I DAN UMAR BIN KHOTOB WALAU PUN UCAPAN MEREKA MENYELISIHI PERKATA’AN NABI ?
* Keterangan : Ucapan Umar bin khotob , sebaik baik bid’ah adalah ini , maka yang di maksud adalah bid’ah menurut lughowi (bid’ah secara bahasa) dan bukan bid’ah menurut istilah syar’i . Sebagai mana yng di jelaskan oleh ibnu Rajab . Ibnu Rajab mengatakan bahwa shalat tarawih yang dihidupkan kembali oleh Umar tetap sah dan bukan bid’ah . karena itu adalah bagian dari sunnah . (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam , 2: 128) . Kita lihat riwayat shalat taraweh . Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain meriwayatkan hadis dari Aisyah Rodiyalloha Anha bahwa pada suatu malam di bulan Ramadan , Rasulullah Sallallohu ‘Alaihi Wasallam keluar menuju masjid untuk mendirikan shalat malam sendirian . Lalu datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau . Ketika Shubuh tiba , orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut . Pada malam selanjutnya , jumlah jama’ah semakin bertambah dari pada sebelum nya . Demikianlah seterus nya pada malam-malam berikutnya . Hal itu berlanjut hingga tiga malam . Pada malam keempat , masjid menjadi sesak dan tak mampu menampung seluruh jama’ah . Namun Rasulullah Sallallohu ‘Alaihi Wasallam tak kunjung keluar dari kamarnya . Hingga fajar menyingsing , Rasulullah Sollallohu ‘Alaihi Wasallam baru keluar untuk menunaikan shalat Shubuh . Selepas itu beliau berkhutbah , Amma Ba’du . Saya telah mengetahui kejadian semalam . Akan tetapi saya khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian tidak mampu melakukannya . Untuk selanjutnya shalat Tarawih tidak dikerjakan secara berjama’ah . Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat tarawih bersama para sahabat nya di malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan . Dari riwayat ini bisa kita ketahui , bahwa shalat taraweh berjama’ah Bukanlah BID’AH , karena pernah di lakukan oleh Nabi bersama para Sahabat . Adapun akhir nya berjama’ah di tinggal kan , karena Rosululloh khawatir klo Shalat taraweh di wajibkan kpd umat nya . Jadi ucapan Umar: sebaik baik bid’ah adalah ini , adalah bid’ah secara lughowi (bid’ah secara bahasa) demikan menurut ibnu Rajab . (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam , 2 : 128) . Jadi bagaimana mungkin Umar mengatakan shalat taraweh berjama’ah adalah bid’ah (secara syar’i) , bukan kah bidah itu artinya , suatu yng tdk di pernah di lakukan oleh Nabi . Sedangkan shalat taraweh , pernah di lakukan bersama sama para Sahabat .
penjelasan ibnu Rajab mengenai perkata’an imam Syafi’i Adapun perkata’an Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala bahwa Bid’ah itu ada dua yaitu bid’ah yang mahmudah (terpuji) dan bid’ah yang mazhmumah (tercela) Al-Hiyatul Auliya’ III /119 . Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullahu ta’ala berkata ketika menjelaskan perkata’an Imam asy-Syafi’i .
Bid’ah mazmumah (tercela) adalah amalan yang tidak ada dasar hukum nya dalam
syari’at / tuntunan nya dari Nabi . Dan bid’ah mahmudah (terpuji) adalah amalan yang
ada dasar nya dalam syare’at / ada tuntunan nya dari Nabi hanya saja pemahaman ini secara lughoh (bahasa) bukan secara syar’I , karena sesuai dengan sunnah . (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam hadits no. 28) . Perlu di ketahui bahwa pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi’i yaitu bid’ah terpuji dan bid’ah tercela bukan lah sebagaimana yng di fahami oleh sebagian kaum muslimin yng meyakini adanya bid’ah hasanah , tidak ada yng meriwayatkan klo Imam Syafi’i dlm hidup nya pernah membuat perkara baru dalam agama . Bahkan Al Imam Asy Syafi’i berkata : Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (tanpa dalil) , berarti ia telah membuat syari’at . (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami 2/395) .
SYUBHAT KE 1
Ada yang berkata , Ada hadits lain yang menunjukkan bahwa tidak semua bid’ah sesat yaitu hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi “ Dan barangsiapa yang mengadakan sebuah bid’ah dlolalah (sesat) , yang tidak diridlai Allah dan Rasul-Nya , maka dia memperoleh dosa sebanyak dosa orang yang mengamal kannya tanpa sedikit pun mengurangi dosa-dosa mereka ” .Dalam hadits di atas disebutkan ,” Barangsiapa yang mengadakan sebuah bid’ah dlolalah (yang sesat).” Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua bid’ah sesat, andaikan semua bid’ah sesat tentu beliau akan langsung berkata ,” Barangsiapa yangmengadakan sebuah bid’ah.” Dan tidak akan menambahkan kata dlolalah, maka logikanya adalah ada bid’ah yang tidak dlolalah (sesat).
JAWABAN :
Hadits terbut dikeluarkan oleh At Tirmidzi dalam sunannya no 2677 ia berkata : Haddatsana Abdullah bin Abdurrahman akhbarona Muhammad bin ‘uyainah dari Marwan bin Mu’awiyah Al Fazari dari Katsir bin Abdillah yaitu ibnu ‘Amru bin ‘Auf Al Muzani dari ayahnya dari kakeknya bahwaNabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bilal bin Al Harits… Al Hadits. Qultu : sanad hadits ini dlo’if (lemah) karena ada tiga perawi yang cacat yaitu :
1. Muhammad bin ‘uyainah
disebutkan oleh ibnu Hibban dalam kitab Ats Tsiqat, namun sebatas keberadaannya dalam kitab tersebut tidak menjadikan nya tsiqah , karena ibnu Hibban terkenal suka mentsiqahkan perawi-perawi majhul .
Ibnu Hajar berkata dalam Taqributtahdzib ”Maqbul”.Maksudnya bila di mutaba’ah, jika tidak maka layyin haditsnya , dan disini ia tidak dimutaba’ah .
2. Katsir bin Abdullah dikatakan oleh imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in,”Laisa bisyai’in”. Al Aajurri berkata, ”Aku bertanya kepada Abu Dawud tentangnya (Katsir bin Abdlillah), ia menjawab,” Ia salah satu perawi kadzdzab (tukang berdusta), aku mendengar Muhammad bin Al Wazir Al Mishri berkata,” Aku mendengar Asy Syafi’I disebutkan padanya Katsir bin Abdillah bin ‘Amru maka beliau berkata,” Ia adalah salah satu perawi kadzdzab”.
Ad Daroquthni dan An Nasai berkata,” matruk haditsnya”. Ibnu Hibban berkata,” Ia (Katsir) meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya sebuah naskah yang maudlu’ (palsu), tidak halal menyebutkannya dalam kitab-kitab, dan tidak halal juga meriwayatkan darinya”.
3. Abdullah bin ‘Amru dikatakan oleh Al Hafidz dalam taqribnya ,” Maqbul ”.Maka hadits ini tidak bisa
dijadikan hujjah . Adapun perkataan At Tirmidzi mengenai hadits ini ,” Hadits Hasan”. Adalah tidak hasan, karena telah kita ketahui bahwa sanadnya lemah
bahkan sangat lemah