KATA PENGANTAR
(ABU AHMAD MUHAMMAD BIN SALIM AL-LIMBORIY)
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا
شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Ini adalah salah satu dari tulisan saudara kami yang mulia Abul ‘Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh wa Askanahu Jannatal Firdausil A’la’ yang kami salin dari buku induknya “URGENSI TAUHID DALAM PENEGAKAN SYARI’AT ISLAM“. Beliau Rohimahulloh telah memberi judul pada sub pembahasan tersendiri dengan judul “Hubungan Antara Tauhid dengan Syari’at“.
Semoga Alloh ‘Azza wa Jalla menjadikan apa yang beliau tulis ini bermanfaat untuk dirinya, putra-putrinya, saudara-saudarinya dan keluarganya serta siapa saja yang menginginkan kebaikan, yang beliau Rohimahulloh telah mendahului mereka:
{رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ} [الحشر: 10].
“Ya Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau menjadikan kedengkian di dalam hati kami kepada orang-orang yang beriman; Ya Robb kami, sesungguhnya Engkau adalah Ar-Ro’uf (Maha Penyantun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)”. (Al-Hasyr: 10).
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
‘Afallohu ‘Anhu
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada hari Jum’at 28 Dzul Qo’dah 1434
AGAMA ISLAM ADALAH AQIDAH DAN SYARI’AT
Adapun yang dimaksud dengan aqidah adalah setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa, yang dengannya hati menjadi tentram, serta menjadi keyakinan bagi para pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan di dalamnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan syari’at adalah tugas-tugas suatu pekerjaan yang dibebankan oleh Islam seperti sholat, zakat, puasa, berbakti kepada kedua orang tua dan yang lainnya.
Antara aqidah dan syari’at tidaklah bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, jikalau tidak ada kedua-duanya atau satu diantaranya berdiri sendiri maka tidaklah dia dinamakan Islam.
Aqidah atau keyakinan yang di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sering disebut dengan iman, yang berarti persaksian bahwa hanya Alloh Subhanhu wa Ta’ala yang berhak disembah dan Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah Rosululloh (utusan Alloh), ini dirumuskan di dalam dua kalimat syahadat, yaitu kalimat yang menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan dan pemikiran setiap muslim.
Sedangkan syari’at atau yang sering dikenal dengan amal sholih merupakan suatu bukti atau tanda dari keyakinan seseorang atau dengan kata lain sebagai manifestasi dari apa-apa yang dia yakini tersebut.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah kata “iman” dan “amal sholih” selalu digandengkan penyebutannya, ini menunjukan bahwa antara keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, contohnya di dalam Al-Qur’an, Alloh Subhanhu wa Ta’ala menyebutkan kata “iman” dan “amal sholih” terdapat pada beberapa surat diantaranya:
{وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ} [العصر: 1-3].
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Al-‘Ashr: 1-3).
Di dalam surat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan penyebutan kata “iman” dan “amal sholih”. Dan dijelaskan oleh para ulama bahwa surat ini menjelaskan tentang sifat-sifat atau tanda-tanda orang yang beruntung, sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh, bahwa:
“أقسم الله عز وجل في هذه الصورة بالعصر الذي هو الدهر وهو محل الحوادث من خير وشر، فاقسم الله عز وجل به على أن الإنسان كل الإنسان في خسر إلا من أتصف بهذه الصفات الأربع: الإيمان، والعمل الصالح، والتواصي بالحق، والتوصي بالصبر”.
“Alloh ‘Azza wa Jalla bersumpah dengan masa yaitu waktu, yang dia adalah tempat (ruang) segala kejadian; yang baik maupun yang buruk, Alloh ‘Azza wa Jalla bersumpah dengannya, bahwasanya manusia seluruhnya akan merugi kecuali mereka yang tersifati dengan sifat-sifat yang empat ini: iman, beramal sholih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Dengan keterangan ini maka jelaslah bagi kita, bahwa seseorang akan beruntung apabila dia dalam keadaan beriman dan beramal sholih, ya’ni dia meyakini di dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang haq (benar) kecuali Alloh dan Muhammad adalah Rosul-Nya, dan mengikrarkan keyakinan itu dengan lisannya, kemudian dia membuktikan keyakinannya tersebut dengan melaksanakan perintah Alloh Subhanhu wa Ta’ala dan perintah Rosul-Nya, dan meninggalkan segala larangan-Nya atau yang lebih dikenal dengan “amal sholih”.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْض} [النور: 55]
“Dan Alloh telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang mengerjakan amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi”. (An-Nur: 55).
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kemenangan dan kekuasaan di muka bumi, hanyalah kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Sehingga dapat difahami bahwa kemenangan dan kekuasaan di muka bumi ini, hanyalah Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan anugerahkan dan berikan kepada mereka yang memiliki keimanan dan mengerjakan amal sholih, jika salah satu keduanya tidak dimiliki maka malapetaka dan kehancuran yang hanya akan diperoleh.
Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا} [النساء: 57]
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang sholih, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam Jannah (Surga) yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”. (An-Nisa': 57).
Pada ayat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa Jannah (Surga) di dalamnya penuh dengan berbagai macam keni’matan-keni’matan, yang dia merupakan tempat yang khusus disediakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal sholih, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sedangkan orang yang kufur dan orang yang melakukan kema’siatan maka tempat kembali mereka adalah Nar (Neraka) yang di dalamnya penuh dengan berbagai macam siksaan dan azab, yang sangat pedih dan sangat dahsyat.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melalui hadits-hadits yang shohih juga menjelaskan tentang hubungan antara tauhid dengan syari’at atau dengan kata lain hubungan antara iman dan amal sholih, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Abdulloh bin ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhuma bahwa Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam berkata:
«أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ»
“Aku diperintah untuk memerangi umat manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, sampai mereka menegakan sholat, menunaikan zakat, jika mereka telah melakukan demikian itu maka terjaga dariku darah-darah mereka, harta-harta mereka kecuali dengan al-haq (kebenaran), dan atas Alloh perhitungan mereka“.
Hadits ini mengandung ma’na bahwa Islam memerangi kaum musyrikin sampai mereka masuk Islam, dan tanda mereka masuk Islam adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu tidak ada sesembahan yang haq (benar) melainkan Alloh dan Muhammad adalah Rosul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat serta melaksanakan rukun-rukun Islam yang lainnya.
Ibnu Daqiqil ‘Ied Rohimahulloh berkata:
“وأما معاني هذا الحديث فقال العلماء بالسير: لما توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم واستُخلف أبو بكر الصديق رضي الله عنه بعده وكفر من كفر من العرب عزم أبو بكر على قتالهم، وكان منهم من منع الزكاة ولم يكفر وتأول في ذلك فقال له عمر رضي الله عنه: كيف تقاتل الناس وقد قالوا لا إله إلى الله وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلى الله”؟ إلى آخر الحديث فقال الصديق: إن الزكاة حق المال وقال: والله لو منعوني عناقا – وفي رواية: عقالا – كانوا يؤدونه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم لقاتلهم على منعه فتابعه عمر على قتال القوم”.
“Dan adapun ma’na-ma’na hadits ini maka ulama telah berkata terhadap sejarahnya: Tatkala Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam meninggal dunia dan diganti setelahnya oleh Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallohu ‘Anhu maka kafirlah orang yang kafir dari kalangan Arob, Abu Bakr membulatkan tekadnya untuk memerangi mereka, diantara mereka ada yang tidak mau membayar zakat dan tidak dikafirkan, dengan beliau (memerangi mereka) dengan penafsirkan hadits ini, maka Umar Rodhiyallohu ‘Anhu berkata: “Bagaimana engkau akan memerangi mereka padahal mereka telah mengucapkan “La Ilaha Illalloh“, dan sungguh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah berkata: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan La Ilaha Illalloh“? sampai pada akhir hadits, maka berkata Ash-Shiddiq kepadanya: “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”, dan beliau berkata: “Demi Alloh kalaulah mereka mencegah dariku untuk memberikan anak kambing” –dan di dalam suatu riwayat- “tali ikat kambing, yang dahulunya mereka berikan kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka sungguh aku akan memerangi mereka karena pencegahannya mereka”, maka Umarpun mengikutinya dalam memerangi kaum (yang tidak mengeluarkan zakat) itu”.
Dengan penjelasan tersebut di atas dapatlah difahami bahwa ketika seseorang telah mengakui dirinya sebagai seorang muslim dengan mengucapkan persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad adalah Rosul-Nya, maka wajib baginya untuk membuktikan keislamannya di dalam kehidupannya sehari-hari, ya’ni dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Alloh Subhanhu wa Ta’ala.
Maka dari sini jelaslah bagi kita bahwa ketika ada seseorang yang mengaku bahwa dia beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan tetapi dia tidak melaksanakan syari’at-Nya maka keimanannya itu tidak akan bermanfaat baginya dan dia termasuk dari golongan orang-orang yang paling celaka dan merugi baik di dunia maupun di akhirat, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang kafir, zholim dan fasiq, yang mendapatkan la’nat dan murkanya, sebagaimana yang Alloh Ta’ala katakan:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} [المائدة: 44].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir“. (Al-Maidah: 44).
Dan di ayat yang lain Alloh Ta’ala berkata:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [المائدة: 45].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang zholim“. (Al-Maidah: 45).
Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga berkata:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} [المائدة: 47].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq“. (Al-Maidah: 47).
Demikianlah Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengelompokan dan membagi orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-Nya ke dalam tiga kelompok yaitu: kafir, zholim dan fasiq.
Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafiy Rohimahulloh menjelaskan tentang perkara ini bahwa berhukum dengan selain yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala turunkan bisa menjadi kufur yang mengeluarkan dari agama dan juga bisa menjadi ma’siat; dosa besar atau dosa kecil, dan hal ini tergantung pada pelaku dosa tersebut, dimana kalau dia yakini bahwa berhukum dengan hukum selain Alloh adalah tidak wajib bahkan dia boleh memilih berhukum dengannya atau hukum-hukum selainnya, atau dia menghina hukum Alloh padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum Alloh maka dia merupakan kufur akbar (terbesar). Dan kalau dia yakini bahwa berhukum dengan hukum Alloh itu adalah wajib dan dia tahu tentang hal itu, namun kemudian dia berpaling dari hukum Alloh dalam keadaan dia mengakui dengan itu dia telah melakukan dosa maka dia telah berma’siat dan kufurnya dia adalah kufur asghor (kecil).
Ibnu Jauziy Rohimahulloh menjelaskan masalah ini bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena mengingkarinya padahal dia tahu bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasroni maka dia telah kafir, dan barangsiapa yang melakukannya karena mengikuti hawa nafsu dengan tanpa mengingkari hukum Alloh maka dia adalah seorang yang fasiq dan zholim.
Dan begitu sebaliknya, seseorang yang beramal akan tetapi tidak sesuai dengan petunjuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka dia adalah termasuk dari orang-orang yang merugi dan celaka, ya’ni orang yang beramal akan tetapi keimanannya tidaklah benar, karena dia mencampur keimanannya itu dengan noda-noda kesyirikan atau orang yang memiliki keimanan akan tetapi beramal dengan amalan yang tidak ada petunjuknya dalam agama, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الأنعام: 88].
“Dan kalaulah mereka berbuat kesyirikan maka sungguh lenyaplah dari mereka apa-apa yang mereka amalkan“. (Al-An’am: 88).
Dan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari ‘Aisyah, bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ».
“Barangsiapa yang mengadakan perkara baru di dalam urusan (agama) kami ini, yang dia bukan termasuk darinya maka dia tertolak“.
Dan di dalam riwayat Al-Imam Muslim disebutkan bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ».
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari perkara (agama) kami maka dia tertolak“.
Dengan keterangan-keterangan tersebut di atas, baik yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maupun penjelasan para ulama maka jelaslah bahwa Islam adalah iman dan amal, atau disebut pula dengan aqidah dan syari’ah, yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena aqidah (iman) merupakan landasan agama sedangkan syari’ah (amal) sebagai system atau strukturnya, bila salah satu dari keduanya hilang dari diri seseorang maka dia tidak dapat dikatakan sebagai muslim. Sehingga dia termasuk orang yang merugi dan celaka, dengan mendapatkan la’nat dan murka dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi jika dia memiliki keduanya maka dia akan selamat dan beruntung, karena dia mendapatkan ni’mat yang paling besar dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan dia kelak di akhirat akan dikumpulkan bersama mereka yang mendapatkan ni’mat Alloh Subhanahu wa Ta’ala ya’ni para nabi, shiddiqin dan syuhada’ serta sholihin, ini merupakan kemenangan yang sesungguhnya.
Adapun yang dimaksud dengan aqidah adalah setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa, yang dengannya hati menjadi tentram, serta menjadi keyakinan bagi para pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan di dalamnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan syari’at adalah tugas-tugas suatu pekerjaan yang dibebankan oleh Islam seperti sholat, zakat, puasa, berbakti kepada kedua orang tua dan yang lainnya.
Antara aqidah dan syari’at tidaklah bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, jikalau tidak ada kedua-duanya atau satu diantaranya berdiri sendiri maka tidaklah dia dinamakan Islam.
Aqidah atau keyakinan yang di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sering disebut dengan iman, yang berarti persaksian bahwa hanya Alloh Subhanhu wa Ta’ala yang berhak disembah dan Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah Rosululloh (utusan Alloh), ini dirumuskan di dalam dua kalimat syahadat, yaitu kalimat yang menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan dan pemikiran setiap muslim.
Sedangkan syari’at atau yang sering dikenal dengan amal sholih merupakan suatu bukti atau tanda dari keyakinan seseorang atau dengan kata lain sebagai manifestasi dari apa-apa yang dia yakini tersebut.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah kata “iman” dan “amal sholih” selalu digandengkan penyebutannya, ini menunjukan bahwa antara keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, contohnya di dalam Al-Qur’an, Alloh Subhanhu wa Ta’ala menyebutkan kata “iman” dan “amal sholih” terdapat pada beberapa surat diantaranya:
{وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ} [العصر: 1-3].
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Al-‘Ashr: 1-3).
Di dalam surat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan penyebutan kata “iman” dan “amal sholih”. Dan dijelaskan oleh para ulama bahwa surat ini menjelaskan tentang sifat-sifat atau tanda-tanda orang yang beruntung, sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh, bahwa:
“أقسم الله عز وجل في هذه الصورة بالعصر الذي هو الدهر وهو محل الحوادث من خير وشر، فاقسم الله عز وجل به على أن الإنسان كل الإنسان في خسر إلا من أتصف بهذه الصفات الأربع: الإيمان، والعمل الصالح، والتواصي بالحق، والتوصي بالصبر”.
“Alloh ‘Azza wa Jalla bersumpah dengan masa yaitu waktu, yang dia adalah tempat (ruang) segala kejadian; yang baik maupun yang buruk, Alloh ‘Azza wa Jalla bersumpah dengannya, bahwasanya manusia seluruhnya akan merugi kecuali mereka yang tersifati dengan sifat-sifat yang empat ini: iman, beramal sholih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Dengan keterangan ini maka jelaslah bagi kita, bahwa seseorang akan beruntung apabila dia dalam keadaan beriman dan beramal sholih, ya’ni dia meyakini di dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang haq (benar) kecuali Alloh dan Muhammad adalah Rosul-Nya, dan mengikrarkan keyakinan itu dengan lisannya, kemudian dia membuktikan keyakinannya tersebut dengan melaksanakan perintah Alloh Subhanhu wa Ta’ala dan perintah Rosul-Nya, dan meninggalkan segala larangan-Nya atau yang lebih dikenal dengan “amal sholih”.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْض} [النور: 55]
“Dan Alloh telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang mengerjakan amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi”. (An-Nur: 55).
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kemenangan dan kekuasaan di muka bumi, hanyalah kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Sehingga dapat difahami bahwa kemenangan dan kekuasaan di muka bumi ini, hanyalah Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan anugerahkan dan berikan kepada mereka yang memiliki keimanan dan mengerjakan amal sholih, jika salah satu keduanya tidak dimiliki maka malapetaka dan kehancuran yang hanya akan diperoleh.
Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا} [النساء: 57]
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang sholih, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam Jannah (Surga) yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”. (An-Nisa': 57).
Pada ayat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa Jannah (Surga) di dalamnya penuh dengan berbagai macam keni’matan-keni’matan, yang dia merupakan tempat yang khusus disediakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal sholih, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sedangkan orang yang kufur dan orang yang melakukan kema’siatan maka tempat kembali mereka adalah Nar (Neraka) yang di dalamnya penuh dengan berbagai macam siksaan dan azab, yang sangat pedih dan sangat dahsyat.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melalui hadits-hadits yang shohih juga menjelaskan tentang hubungan antara tauhid dengan syari’at atau dengan kata lain hubungan antara iman dan amal sholih, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Abdulloh bin ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhuma bahwa Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam berkata:
«أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ»
“Aku diperintah untuk memerangi umat manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, sampai mereka menegakan sholat, menunaikan zakat, jika mereka telah melakukan demikian itu maka terjaga dariku darah-darah mereka, harta-harta mereka kecuali dengan al-haq (kebenaran), dan atas Alloh perhitungan mereka“.
Hadits ini mengandung ma’na bahwa Islam memerangi kaum musyrikin sampai mereka masuk Islam, dan tanda mereka masuk Islam adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu tidak ada sesembahan yang haq (benar) melainkan Alloh dan Muhammad adalah Rosul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat serta melaksanakan rukun-rukun Islam yang lainnya.
Ibnu Daqiqil ‘Ied Rohimahulloh berkata:
“وأما معاني هذا الحديث فقال العلماء بالسير: لما توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم واستُخلف أبو بكر الصديق رضي الله عنه بعده وكفر من كفر من العرب عزم أبو بكر على قتالهم، وكان منهم من منع الزكاة ولم يكفر وتأول في ذلك فقال له عمر رضي الله عنه: كيف تقاتل الناس وقد قالوا لا إله إلى الله وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلى الله”؟ إلى آخر الحديث فقال الصديق: إن الزكاة حق المال وقال: والله لو منعوني عناقا – وفي رواية: عقالا – كانوا يؤدونه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم لقاتلهم على منعه فتابعه عمر على قتال القوم”.
“Dan adapun ma’na-ma’na hadits ini maka ulama telah berkata terhadap sejarahnya: Tatkala Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam meninggal dunia dan diganti setelahnya oleh Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallohu ‘Anhu maka kafirlah orang yang kafir dari kalangan Arob, Abu Bakr membulatkan tekadnya untuk memerangi mereka, diantara mereka ada yang tidak mau membayar zakat dan tidak dikafirkan, dengan beliau (memerangi mereka) dengan penafsirkan hadits ini, maka Umar Rodhiyallohu ‘Anhu berkata: “Bagaimana engkau akan memerangi mereka padahal mereka telah mengucapkan “La Ilaha Illalloh“, dan sungguh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah berkata: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan La Ilaha Illalloh“? sampai pada akhir hadits, maka berkata Ash-Shiddiq kepadanya: “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”, dan beliau berkata: “Demi Alloh kalaulah mereka mencegah dariku untuk memberikan anak kambing” –dan di dalam suatu riwayat- “tali ikat kambing, yang dahulunya mereka berikan kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka sungguh aku akan memerangi mereka karena pencegahannya mereka”, maka Umarpun mengikutinya dalam memerangi kaum (yang tidak mengeluarkan zakat) itu”.
Dengan penjelasan tersebut di atas dapatlah difahami bahwa ketika seseorang telah mengakui dirinya sebagai seorang muslim dengan mengucapkan persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad adalah Rosul-Nya, maka wajib baginya untuk membuktikan keislamannya di dalam kehidupannya sehari-hari, ya’ni dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Alloh Subhanhu wa Ta’ala.
Maka dari sini jelaslah bagi kita bahwa ketika ada seseorang yang mengaku bahwa dia beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan tetapi dia tidak melaksanakan syari’at-Nya maka keimanannya itu tidak akan bermanfaat baginya dan dia termasuk dari golongan orang-orang yang paling celaka dan merugi baik di dunia maupun di akhirat, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang kafir, zholim dan fasiq, yang mendapatkan la’nat dan murkanya, sebagaimana yang Alloh Ta’ala katakan:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} [المائدة: 44].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir“. (Al-Maidah: 44).
Dan di ayat yang lain Alloh Ta’ala berkata:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [المائدة: 45].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang zholim“. (Al-Maidah: 45).
Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga berkata:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} [المائدة: 47].
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq“. (Al-Maidah: 47).
Demikianlah Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengelompokan dan membagi orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-Nya ke dalam tiga kelompok yaitu: kafir, zholim dan fasiq.
Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafiy Rohimahulloh menjelaskan tentang perkara ini bahwa berhukum dengan selain yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala turunkan bisa menjadi kufur yang mengeluarkan dari agama dan juga bisa menjadi ma’siat; dosa besar atau dosa kecil, dan hal ini tergantung pada pelaku dosa tersebut, dimana kalau dia yakini bahwa berhukum dengan hukum selain Alloh adalah tidak wajib bahkan dia boleh memilih berhukum dengannya atau hukum-hukum selainnya, atau dia menghina hukum Alloh padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum Alloh maka dia merupakan kufur akbar (terbesar). Dan kalau dia yakini bahwa berhukum dengan hukum Alloh itu adalah wajib dan dia tahu tentang hal itu, namun kemudian dia berpaling dari hukum Alloh dalam keadaan dia mengakui dengan itu dia telah melakukan dosa maka dia telah berma’siat dan kufurnya dia adalah kufur asghor (kecil).
Ibnu Jauziy Rohimahulloh menjelaskan masalah ini bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena mengingkarinya padahal dia tahu bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasroni maka dia telah kafir, dan barangsiapa yang melakukannya karena mengikuti hawa nafsu dengan tanpa mengingkari hukum Alloh maka dia adalah seorang yang fasiq dan zholim.
Dan begitu sebaliknya, seseorang yang beramal akan tetapi tidak sesuai dengan petunjuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka dia adalah termasuk dari orang-orang yang merugi dan celaka, ya’ni orang yang beramal akan tetapi keimanannya tidaklah benar, karena dia mencampur keimanannya itu dengan noda-noda kesyirikan atau orang yang memiliki keimanan akan tetapi beramal dengan amalan yang tidak ada petunjuknya dalam agama, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:
{وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الأنعام: 88].
“Dan kalaulah mereka berbuat kesyirikan maka sungguh lenyaplah dari mereka apa-apa yang mereka amalkan“. (Al-An’am: 88).
Dan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari ‘Aisyah, bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ».
“Barangsiapa yang mengadakan perkara baru di dalam urusan (agama) kami ini, yang dia bukan termasuk darinya maka dia tertolak“.
Dan di dalam riwayat Al-Imam Muslim disebutkan bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ».
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari perkara (agama) kami maka dia tertolak“.
Dengan keterangan-keterangan tersebut di atas, baik yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maupun penjelasan para ulama maka jelaslah bahwa Islam adalah iman dan amal, atau disebut pula dengan aqidah dan syari’ah, yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena aqidah (iman) merupakan landasan agama sedangkan syari’ah (amal) sebagai system atau strukturnya, bila salah satu dari keduanya hilang dari diri seseorang maka dia tidak dapat dikatakan sebagai muslim. Sehingga dia termasuk orang yang merugi dan celaka, dengan mendapatkan la’nat dan murka dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi jika dia memiliki keduanya maka dia akan selamat dan beruntung, karena dia mendapatkan ni’mat yang paling besar dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan dia kelak di akhirat akan dikumpulkan bersama mereka yang mendapatkan ni’mat Alloh Subhanahu wa Ta’ala ya’ni para nabi, shiddiqin dan syuhada’ serta sholihin, ini merupakan kemenangan yang sesungguhnya.
PENUTUP
(Abu Ahmad Muhammad bin Salim)
Apa yang beliau Rohimahulloh katakan pada akhir ucapannya, ini berdasarkan perkataan Alloh Ta’ala:
{وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا * ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا} [النساء: 69، 70].
“Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan mentaati Rosul maka mereka itulah bersama orang-orang yang telah Alloh beri ni’mat atas mereka; dari para nabi, siddiqin, syuhada’ dan sholihin, dan mereka itulah sebaik-baik teman“. (An-Nisa': 69-70).
Dan Alloh Ta’ala juga berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ * دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [يونس: 9، 10].
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mereka melakukan amal sholih (kebaikan) maka mereka akan diberi hidayah oleh Robb mereka dengan sebab keimanan mereka, mengalir di bawah mereka sungai-sungai di Jannah yang penuh dengan keni’matan, doa mereka adalah “Maha Suci Engkau Ya Alloh di dalamnya adalah kesejahteraan” dan penutup doa mereka adalah “Sesungguhnya pujian hanyalah untuk Alloh Robb semesta alam“. (Yunus: 9-10).
(Abu Ahmad Muhammad bin Salim)
Apa yang beliau Rohimahulloh katakan pada akhir ucapannya, ini berdasarkan perkataan Alloh Ta’ala:
{وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا * ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا} [النساء: 69، 70].
“Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan mentaati Rosul maka mereka itulah bersama orang-orang yang telah Alloh beri ni’mat atas mereka; dari para nabi, siddiqin, syuhada’ dan sholihin, dan mereka itulah sebaik-baik teman“. (An-Nisa': 69-70).
Dan Alloh Ta’ala juga berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ * دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [يونس: 9، 10].
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mereka melakukan amal sholih (kebaikan) maka mereka akan diberi hidayah oleh Robb mereka dengan sebab keimanan mereka, mengalir di bawah mereka sungai-sungai di Jannah yang penuh dengan keni’matan, doa mereka adalah “Maha Suci Engkau Ya Alloh di dalamnya adalah kesejahteraan” dan penutup doa mereka adalah “Sesungguhnya pujian hanyalah untuk Alloh Robb semesta alam“. (Yunus: 9-10).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar