PELECEHAN ROFIDHOH DAN YAHUDI
TERHADAP PENGUASA LANGIT DAN BUMI
Subhaanallohi ‘Ammaa Yashifuun
Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy Waffaqohulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك
له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا
أما بعد
Alloh Subhanahu wa
Ta’ala memiliki sifat-sifat yang sempurna yang tidak tercampuri
kekurangan sama sekali. Tidak ada keraguan bahwa Musa dan para nabi yang
diutus setelahny ‘Alaihimussalaam, telah menjelaskan perkara ini kepada
Bani Isro’il.
Akan tetapi Yahudilah yang sesat dan ingkar serta tidak mengagungkan Alloh sebenar-benarnya.
Demikian juga
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menerangkan perkara ini
sejelas-jelasnya, demikianlah keyakinan para shohabat dan demikian pula
keyakinan orang-orang yang berjalan di atas sunnah, Ahlussunnah wal
Jama’ah.
Akan tetapi Rofidhohlah yang enggan dan menyimpang serta tidak mengagungkan Alloh sebenar-benarnya.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِه
“Mereka tidak mengagungkan Alloh dengan pengagungan yang semestinya”. (QS Al-An’am ayat 91, Az-Zumar ayat 67)
Kecocokan kedua kelompok tersebut dalam sisi ini, merupakan materi yang akan kita singgung kali ini.
PELECEHAN YAHUDI TERHADAP ALLOH ‘AZZA WA JALLA
Telah lewat pembahasan
sebelumnya bahwa langkah terbesar yang dilakukan Yahudi maupun Rofidhoh
dalam menguatkan -menurut sangkaan mereka- keyakinan mereka, adalah
dengan melakukan manipulasi kitab suci.
Sudah menjadi sebuah
kelaziman bahwa apa-apa yang dikreasikan dari akal-akal manusia
-terlebih jika didasari hawa nafsu-, bakal melahirkan pertentangan dan
sesuatu yang bertolak belakang. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Quran? kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah
mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS An-Nisa’ ayat
82)
Akhirnya untuk menutupi kekurangan yang nyata
tersebut, mereka menempuh langkah-langkah yang lebih rusak, yaitu dengan
membuat-buat kedustaan atas nama Alloh dan para rosul-Nya, sehingga
mereka pun menetapkan sifat-sifat kekurangan pada Pencipta Alam Semesta
dan hamba-hamba-Nya yang mulia.
Banyak sifat-sifat kekurangan yang disematkan
Yahudi kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala -Maha Suci Alloh dari segala
tuduhan mereka-. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
وَقَالَتِ
الْيَهُودُ يَدُ اللهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا
قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah
terbelenggu”. Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak
demikian) bahkan kedua-dua tangan Alloh terbentang. Dia menafkahkan
sebagaimana Dia kehendaki”. (QS Al-Ma’idah ayat 64)
Alloh mengatakan:
لَقَدْ سَمِعَ اللَهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
“Sesungguhnya Alloh telah mendengar perkataan
orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Alloh adalah miskin sementara
kami adalah orang-orang kaya”. (QS Ali’Imron ayat 181)
Perbuatan mereka ini
salah satu buah dari manipulasi mereka terhadap Al-Kitab yang berawal
dari keengganan mereka menjalankan apa-apa yang telah Alloh tetapkan.
Masih terdapat bentuk pelecehan lain yang terdapat di kitab-kitab mereka -yang telah termanipulasi-, diantaranya:
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Memiliki anak”
Diantara klaim Yahudi dalam masalah ini adalah apa
yang disebutkan di Safar Shemoth (Keluaran) 2/22: “Maka engkau harus
berkata kepada Fir’aun: “Beginilah firman Tuhan[1], Isro’il adalah
anak-Ku, anak-Ku yang sulung”. [Al-Hisamul Mamdud fir Roddi ‘Alal Yahud
50]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dan membantah kedustaan mereka:
وَقَالَتِ
الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ
فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ
يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
“Orang-orang Yahudi
dan Nashrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Alloh dan
kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Alloh menyiksa kalian
karena dosa-dosa kalian?”. Bahkan kalian adalah manusia biasa di antara
orang-orang yang diciptakan-Nya. Alloh mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Kepunyaan
Alloh-lah kerajaan langit dan bumi serta apa-apa yang ada antara
keduanya, dan kepada Alloh-lah kembalinya segala sesuatu”. (QS
Al-Ma’idah ayat 18)
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Capek dan Butuh Istirahat”
Mereka menyifatkan
Alloh dengan capek sehingga butuh istirahat dalam penciptaan langit dan
bumi. Disebutkan di Safar Bereisith (Kejadian) 2/2: “Alloh selesai pada
hari ketujuh dari amalan yang dikerjakan-Nya. Kemudian dia beristirahat
di hari ketujuh itu dari seluruh amalan yang telah dikerjakan-Nya”.
Demikian juga di Safar
Shemoth (Keluaran) 17/31, disebutkan: “Hal itu karena pada enam hari
Tuhan menciptakan langit dan bumi, serta pada hari ketujuh dia
beristirahat dan mengambil nafas”.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah membantah kedustaan mereka ini, Dia berkata:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوب
“Dan sesungguhnya
telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dalam enam hari, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”. (QS Qoof
ayat 38) [Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan Nashroniyyah 103-104]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Menyesal” dan “Sedih”
Di Safar Shemoth
(Keluaran) 32/14 disebutkan.“Maka menyesallah Tuhan karena malapetaka
yang dirancang-Nya atas umat-Nya”. [Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan
Nashroniyyah 106]
Disebutkan di Safar
Bereisith (Kejadian) 6/5-7: “Ketika dilihat Tuhan bahwa kejahatan
manusia besar di muka bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan karena Dia
menjadikan manusia di bumi, dan hal itu menyedihkan hati-Nya.
Berfirmanlah Tuhan: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan
itu dari muka bumi, baik manusia, binatang ternak maupun hewan-hewan
melata, serta burung-burung yang di angkasa, sebab Aku menyesal
menciptakan mereka”. [Takhjiil Man Harrofat Taurat wal Injil 2/248-249]
Demikian juga sifat “menyesal” ini, disebutkan di Safar Samuel I 21/15, Safar Yoel 2/13-14 dll.
Penyesalan dan
kesedihan hanyalah timbul dari seseorang yang tidak mengetahui dampak
buruk yang muncul dari perbuatannya, Maha Suci Alloh dari hal tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah Rahimahulloh mengatakan; “Alloh tidak disifatkan dengan
“sedih” dan “menangis”, karena sifat-sifat yang kurang ini melazimkan
kelemahan”. [Ash-Shofdiyyah 2/37]
Ini sekedar contoh yang
diambil dari lima safar yang pertama (yang disepakati Yahudi dan
Nashrani sebagai Taurat), sementara di tempat lain di Perjanjian Lama,
masih banyak dijumpai sifat-sifat pelecehan yang lainnya, seperti
“Menangis” (Yeremia 13/17) dan “Berlinang air mata” (Yeremia 14/17).
[Lihat: Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan Nashroniyyah 107]
Demikian juga di
Perjanjian Lama, mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Memiliki istri”,
sebagaimana Di Safar Yesaya 50/1: “Dimanakah gerangan surat cerai ibumu
tanda Aku telah menceraikannya?”. Di Safar Yeremia 3/8, disebutkan
perkataan yang dinisbahkan kepada Alloh: “Aku telah menceraikan Israil
perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat talak atas segala
yang diperbuatnya”. [Lihat Al-Hisaamul Mamduud fir Roddi ‘Alal Yahud
50-51]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dan membantah kedustaan mereka, sebuah kedustaan yang diperbuat sebagian jin:
وَجَعَلُوا
لِلهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ
بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ * بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ
صَاحِبَةٌ
“Mereka (orang-orang
musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Alloh, padahal Alloh-lah yang
menciptakan jin-jin itu, dan mereka membuat kebohongan dengan mengatakan
bahwasanya Alloh mempunyai anak laki-laki dan perempuan, tanpa
(berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari
sifat-sifat yang mereka berikan. Dialah Badi’us Samaawaati wal Ardh[2]
(Yang menciptakan langit dan bumi dengan puncak ketelitian, tanpa contoh
sebelumnya). Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai
isteri”. (QS Al-An’am ayat 100-101)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ
أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا
سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا * يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ
وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا * وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا
مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا * وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ
سَفِيهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا
“Katakanlah
(hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin
telah mendengarkan Al-Quran, lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami
telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan. Yang memberi petunjuk
kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Robb kami,
Sesungguhnya Maha Tinggi kebesaran Robb kami, Dia tidak
beristeri dan tidak (pula) beranak. Sesungguhnya orang-orang dungu
daripada kami telah mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap
Alloh”. (QS Al-Jinn 1-4)
Adapun di Talmud maka banyak sifat-sifat parah yang mereka ada-adakan terhadap Alloh, kita sebutkan di antaranya:
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Bermain-Main”, “Berdansa”
Di Talmud disebutkan:
“Sesungguhnya siang adalah dua belas jam, Pada tiga jam pertama Dia
duduk dan membahas syari’at. Pada tiga jam kedua dia menghukumi, Pada
tiga jam ketiga dia memberi makan alam, pada tiga jam terakhir Dia duduk
dan bermain dengan ikan, malaikatnya ikan-ikan”.
“Setelah Haikal
Sulaiman Hancur, Alloh tidak pernah main lagi dengan (Raja) ikan itu,
dan Dia tidak lagi suka berdansa dengan Hawa, padahal Hawa telah
dihiasinya dengan pakaian yang bagus dan telah merangkai rambutnya
dengan jalinan”. [Lihat: Al-Kanzul Marshud 49, Al-‘Aqidah fillah
284-285]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Bersalah”, “Menangis” dan “Menampar diri-Nya”
Talmud menyebutkan
bahwa Alloh mengaku salah karena membiarkan Haikal tersebut hancur. Maka
Dia menangis dan mengaum seperti singa selama tiga perempat malam,
seraya berkata: “Celaka Aku, karena Aku memerintahkan untuk
menghancurkan rumah-Ku, membakar Haikal dan merampas anak-anakku”.
Tak sampai disitu,
bahkan Talmud menyebutkan: “Alloh menyesal karena meninggalkan Yahudi di
dalam keadaan sengsara, sampai-sampai Dia menampar (diri) dan menangis
setiap hari”.
Mereka pun menyatakan
bahwa Alloh mengaku salah setelah bulan mengajukan protes. Talmud
menyebutkan bahwa bulan berkata kepada Alloh: “Kamu telah salah karena
menciptakanku lebih kecil dai matahari”. Maka Alloh tertunduk karena hal
itu dan mengakui kesalahan-Nya, lantas berkata: “Sembelihkanlah
untuk-Ku sebuah sembelihan sebagai kaffaroh (penghapus) kesalahan-Ku.,
karena Aku telah menciptakan bulan lebih kecil dari matahari”. [Lihat:
Al-Kanzul Marshud 51, Al-‘Aqidah fillah 285-256]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Hilang akal”
Talmud mengyebutkan
bahwa Alloh bisa dikuasai oleh sifat “Hilang akal”, sebagaimana terjadi
di hari Dia murka kepada Bani Isroil dan bersumpah untuk mengharamkan
Bani Isro’il dari kehidupan yang abadi. Namun kemudian dia menyesal
setelah sifat “hilang akal” tersebut sirna dari-Nya. Dia tidak jadi
melaksanakan sumpah-Nya itu karena menyadari bahwa perbuatan-Nya
bertentangan dengan keadilan. [Al-Kanzul Marshud 51, Al-‘Aqidah fillah
286]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Belajar” dan “Meminta Pendapat”
“Tidak ada kesibukan
bagi Alloh kecuali Dia mempelajari Talmud bersama para malaikat”.
[Al-‘Aqidah fillah 284, Al-Kanzul Marshud]
“Sesungguhnya Alloh
meminta pendapat kepada para Hachom di atas bumi ketika didapatkan
sebuah permasalahan yang tidak ditemukan solusinya di langit”.
[Al-Kanzul Marshud 46, Itsbatul Musyabahan 2/15]
“Sesungguhnya Alloh -pada malam hari- mempelajari Talmud”. [Al-Kanzul Marshud 46, Itsbatul Musyabahan 2/15]
Masih banyak lagi … Maha Suci Alloh dari segenap kedustaan mereka …
PELECEHAN SYI-‘AH ROFIDHOH TERHADAP ALLOH ‘AZZA WA JALLA
Tak berbeda dengan
panutannya, Rofidhoh pun menyematkan sifat-sifat kekurangan kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala -Maha Suci Alloh dari segala tuduhan mereka-. Yang
walaupun dengan ibarat berlainan, namun sifat yang mereka tetapkan tak
jauh berbeda secara hakikat.
~Rofidhoh menyifati
Alloh dengan sifat: Al-Bada’ (Memiliki dua makna: Mengetahui Yang
Tersembunyi Sebelumnya, dan Muncul Pemikiran Baru), yang konsekwensinya
mereka menetapkan adanya sifat “Tidak tahu” bagi Alloh, persis
sebagainya yang terlihat dari keyakinan-keyakinan Yahudi. Dimana mereka
meyakini, bisa saja Alloh tidak mengetahui sesuatu sebelum itu terjadi,
yang membuat Dia kemudian menyesal, sedih, belajar atau punya ide yang
baru.
Maha suci Alloh dari segala kedustaan mereka …
Rofidhoh bahkan sangat
berlebih-lebihan dalam penetapan sifat Al-Bada’ ini, sehingga banyak
dijumpai riwayat-riwayat dusta yang mereka pakai untuk menguatkan
keyakinan mereka tersebut.
Dihikayatkan dari Abu ‘Abdillah ‘Alaihissalaam: “Tidaklah ada yang bisa mengagungkan Alloh seperti (penetapan) Al-Bada’”.
Juga dihikayatkan
darinya: “Kalaulah manusia mengetahui pahala yang terdapat jika
membicarakan Al-Bada’, maka mereka tidak akan lelah untuk berbicara
tentangnya”.
Dihikayatkan dari
Ar-Ridho ‘Alaihissalaam: “Tidaklah Alloh mengutus seorang nabi,
melainkan (dia datang) dengan pengharaman khamar dan penetapan sifat
Al-Bada’ bagi Alloh”. [Al-Kaafy 1/146-148]
Akidah ini bahkan sudah
menjadi ijma’ (kesepakatan) di kalangan para pemuka Rofidhoh,
sebagaimana dinukilkan Syaikh besar mereka Al-Mufid di Awa’ilul
Maqolaat.
Kalau dicermati, maka
sifat Bada’ yang ditetapkan oleh Rofidhoh sebenarnya tidak berbeda
dengan sifat “Sedih”, “Menyesal”, “Mengaku Salah”, “Belajar” dan
semisalnya, karena sifat-sifat ini mengandung konsekwensi bahwa bisa
saja Alloh memiliki pemikiran baru yang dengannya diketahui kesalahan
pada pemikiran sebelumnya, dan ini adalah makna dari Al-Bada’ itu
sendiri. Sebaliknya sifat-sifat yang ditetapkan Yahudi tersebut, serta
sifat Al-Bada’, semuanya berujung pada kesimpulan bahwa Alloh “Tidak
Tahu” tentang sesuatu kecuali setelah terjadinya.
Maka tak mengherankan
memang, jika dikatakan bahwa penetapan sifat Al-Bada’ pada oleh
Syi’ah-Rofidhoh merupakan warisan dari moyang mereka: Yahudi. Para ahli
tarikh menyebutkan bahwa sekte Saba’iyyah (pengikut ‘Abdulloh bin Saba’
Al-Yahudi, pendiri Syi’ah) semuanya berpendapat tentang sifat Al-Bada’
bagi Alloh. Kemudian wacana ini berpindah ke sekte Syi’ah Rofidhoh yang
lain: Al-Kaisaniyyah atau Al-Mukhtariyyah (pengikut Mukhtar bin Abi
‘Ubaid Ats-Tsaqofy, dedengkot Al-Kaisaniyyah yang kemudian mengaku
sebagai nabi). Kelompok inilah yang paling terkenal dengan penetapan
sifat Al-Bada’.
Para peneliti
menyebutkan bahwa sebab berlebih-lebihannya Al-Kaisaniyyah dalam masalah
sifat Al-Bada’ ini adalah: Ketika Mush’ab bin Az-Zubair mengutus
pasukan yang kuat untuk membunuh Al-Mukhtar dan pengikutnya, maka
Al-Mukhtar mengutus Ahmad bin Syamith bersama tiga ribu tentara, lalu
dia (Al-Mukhtar) berkata kepada mereka: “Telah diwahyukan kepadaku bahwa
kemenangan adalah untuk kalian”. Namun kemudian Ibnu Syamith dan
pasukannya takluk, maka sebagian mereka kembali kepada Al-Mukhtar dan
mengatakan: “Mana kemenangan yang engkau janjikan kepada kami?”.
Al-Mukhtar berkata: “Demikianlah. Dahulu Dia telah menjanjikan kepadaku,
kemudian muncul pemikiran baru”. [Ushul Madzhab Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah
Al-Itsnai ‘Asyariyyah 2/939-340]
Maka penetapan sifat
Al-Bada’ ini adalah salah satu “jalan keluar” bagi Syi’ah Rofidhoh untuk
menutupi kedustaan ramalan-ramalan yang telah mereka kabarkan. Dengan
konsekwensi keyakinan ini, mengharuskan para pengikut Syi’ah Rofidhoh
untuk menerima berbagai pertentangan, kedustaan dan perselisihan dalam
kitab-kitab agung mereka. Kalau akidah ini runtuh maka robohlah agama
mereka dari asalnya, karena tidak terbuktinya kabar-kabar dan
janji-janji para Imam mereka, justru menolak dan bertentangan dengan
sifat kemaksuman pada Imam, sebagaimana yang mereka koar-koarkan. Ini
juga yang menjadi rahasia kenapa para syaikh Syi’ah-Rofidhoh begitu
ngotot dan berlebih-lebihan mempertahankan serta mengagungkan akidah
sesat ini. [Lihat: Ushul Madzhabis Syi’ah Al-Imaamiyyah Al-Itsnai
‘Asyariyyah 2/940-943]
Alloh Subhanahu wa
Ta’ala telah menyebutkan bahwa ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, Dia
mengetahui apa pun sebelum terjadi, dan semua itu telah tertulis di
kitab-Nya. Alloh berfirman:
وَعِنْدَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا
وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا
فِي كِتَابٍ مُبِين
“Pada sisi Alloh-lah
kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada
sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang
basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfudz)”. (QS Al-An’aan ayat 59)
Alloh berfirman:
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي
لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ
ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ
وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Orang-orang yang
kafir berkata: “Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”.
Katakanlah: “Pasti datang, demi Robbku yang mengetahui yang ghaib,
sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepada kalian. Tidak ada
tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang
ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang
lebih besar, melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.
(QS Saba’ ayat 3)
Rofidhoh adalah pintu masuk pemikiran Tasybiih berbendera Islam
Sebagaimana diketahui
bahwa akibat pertikaian dalam beberapa masalah hukum dan keyakinan, maka
Syi’ah Rofidhoh terpecah bersekte-sekte, namun yang jelas -jika
dicermati- bahwa Rofidhoh adalah pintu masuk bagi pemahaman-pemahaman
menyimpang ke tengah-tengah kaum muslimin. Di antaranya adalah pemikiran
“Tasybiih” (Penyerupaan hakikat sifat Alloh dengan sifat makhluk) yang
mengakibatkan mereka mengada-ada tentang dzat dan sifat Alloh, persis
ulahnya Yahudi.
Muhammad bin ‘Umar
Ar-Rozi (meninggal 606) Rahimahulloh mengatakan: “Ketahuilah bahwa
Yahudi mayoritasnya adalah musyabbihah (memiliki keyakinan Tasybiih).
Sementara yang memulai menampakkan Tasybiih di dalam Islam adalah
kalangan Rofidhoh seperti: Bunaan bin Sam’an, yang menetapkan
anggota-anggota badan serta organ-organ bagi Alloh Ta’ala. Hisyam bin
Al-Hakam, Hisyam bin Salim Al-Jawaliqy, Yunus bin ‘Abdirrohman Al-Qummy
dan Abu Ja’far Al-Ahwal yang dijuluki dengan Syaithonuth Thoq (Rofidhoh
menggelarinya dengan Mukminuth Thoq -pent). Mereka adalah para pemimpin
ulama Rofidhoh. Kemudian berdesak-desakanlah orang-orang setelahnya
(dalam pemikiran tersebut), yaitu dari kalangan orang-orang yang tidak
memiliki bagian dari akal sehat. Kami akan sebutkan kelompok-kelompok
mereka secara berurutan.
Al-Hakamiyyah, pengikut
Hisyam bin Al-Hakam. Mereka menduga bahwa Alloh Ta’ala memiliki “raga”.
Dalam satu tahun mazhab mereka berubah-ubah pada beberapa perubahan.
Terkadang mereka mengatakan Alloh seperti leburan (emas atau perak) yang
murni, terkadang mereka mengatakan bahwa Dia seperti lilin yang dari
sisi manapun engkau melihatnya maka itu adalah wajahnya. Kemudian di
akhirnya dia (Hisyam) berpendapat bahwa Alloh terdiri dari tujuh perkara
karena bilangan ini lebih dekat kepada keadilan dari pada
bilangan-bilangan yang lain.
Kedua: Al-Jawaliqiyyah,
pengikut Hisyam bin Salim Al-Jawaliqy Ar-Rofidhy. Mereka menduga bahwa
Alloh Ta’ala tidak memiliki raga, akan tetapi memiliki bentuk seperti
bentuk manusia. Dia tersusun dari tangan, kaki dan mata. Namun anggota
badan-Nya tidak tersusun dari daging dan darah.
Ketiga: Al-Yunusiyyah,
pengikut Yunus bin ‘Abdirrohman Al-Qummy. Mereka mengira bahwa Dia,
setengah ke atas (dari pusar ke atas) memiliki rongga, dan setengah ke
bawah (dari pusar ke bawah) tidak berongga.
Keempat: Syaithoniyyah,
pengikut Syaithonuth Thoq. Mereka menyangka bahwasanya Al-Baary menetap
di atas ‘Arsy. Malaikat yang memikul ‘Arsy walaupun mereka lebih lemah
dari Alloh, akan tetapi yang lemah bisa saja memikul yang berat seperti
kaki ayam bersamaan dengan kecilnya ukurannya, dia mempu memikul badan
ayam.
Kelima: Al-Hawariyyah,
pengikut Daud Al-Hawary. Dia menetapkan anggota badan, pergerakan, diam.
Dan dia mengatakan: “Tanyalah aku tentang penjelasan seluruh anggota
badan-Nya Ta’ala kecuali penjelasan janggut dan kemaluan-Nya”.
[I’tiqodaatu Firoqil Muslimin wal Musyrikiin 63-66]
~Penggerak Rofidhoh
Yaman (Hutsiyun) Husein bin Badruddin Al-Hutsiy Ar-Rofidhy La’natulloh
‘Alaihi, berdusta atas nama Alloh seenak perutnya
Tak kalah busuknya
dengan para pendahulunya, adalah seseorang yang bernama Husein Badruddin
Al-Hutsy si pemimpin sekaligus panglima perang Hutsiyun[3] yang
digembar-gemborkan -dalam sebuah ramalan salah seorang penulis dari
sekte Imamiyyah Itsnai ‘Asyariyyah- sebagai pemimpin perang yang paling
sukses dapa peperangan-peperangan pembuka sebelum datangnya Imam Mahdi
yang ditunggu-tunggu.
Sebagaimana
pendahulunya yang seenaknya berdusta atas nama Alloh, dia dengan gembira
menghalalkan Khat (sejenis Psikotropika terlarang, termasuk di
Indonesia) dan menyandarkanya sebagai karunia yang Alloh turunkan bagi
mereka. Dia La’natullohu ‘Alaihi berkata: “Khat bagi kita, adalah benda
yang paling mirip dengan burung Salwa yang Alloh anugerahkan kepada Bani
Isroil di “Hari-hari kebingungan”, Alloh menganugerahkan mereka dengan
Manna dan Salwa”.
Dia lanjut berkata:
“Pohon Khat tidaklah kita anggap sebagai musibah dan bencana pada
masa-masa seperti sekarang ini. Tidak, ia adalah nikmat Alloh yang wajib
kita syukuri. Ia adalah rahmat dari Alloh sebagaimana Alloh merahmati
Bani isro’il dengan burung Salwa di masa-masa kebingungan”.
[Ma’rifatulloh (Mengenal Alloh), Bab: Ni’amulloh (Nikmat-nikmat Alloh).
Pelajaran kelima hal 5. Tanggal 22 Januari 2002]
Yang dimaksud Husein
dengan “Hari-hari kebingungan” adalah hari-hari hukuman bagi Bani
Isro’il karena mereka menentang perintah Alloh untuk memasuki Palestina.
Yaitu yang Alloh sebutkan dalam kitab-Nya:
يَا
قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ *
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ
نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا
دَاخِلُونَ * قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ
عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ
فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ * قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا
دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا
قَاعِدُونَ * قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي
فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ * قَالَ فَإِنَّهَا
مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا
تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Musa berkata: “Hai
kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Alloh
bagimu, dan janganlah kalian lari kebelakang (karena takut kepada
musuh), sehingga kalian menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata:
“Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah
perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum
mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami
akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut
(kepada Alloh) yang Alloh telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka apabila kalian
memasukinya niscaya kalian akan menang. dan hanya kepada Alloh hendaknya
kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman”. Mereka
berkata: “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Robbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti disini saja”. Musa berkata: “Ya Robbku, aku tidak
menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah
antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. Alloh berfirman: “(Jika
demikian), Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan
di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu”. (QS Al-Ma’idah ayat 21-26)
Seakan-akan mereka
sekarang berada di “Hari-Hari kebingungan” karena Imam Mahdinya belum
keluar yang akan memimpin mereka berperang menaklukkan Makkah dan
Madinah. Lihat! betapa tepat dia mencari pendahulu yang dipandang paling
senasib dengan mereka.
Masih banyak
klaim-klaim dia menolak syari’at dengan menyandarkan alasan dusta kepada
Alloh, bahwasaya Dia tidak menyebutkanya atau tidak memerintahkannya,
seperti: pengingkarannya terhadap azab kubur, tidak adanya ketaatan
kepada penguasa (pemerintah). [Asy-Syi’ar Silahun wa Mawaaqif hal 119.
Romadhon 1423, Malzamatuts Tsaqofiyyah Al-Qur’aniyyah hal 18. Tanggal 4
Agustus 2002]
لا حول ولا قوة إلا بالله
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
23 Muharram 1435
Darul Hadits – Dammaj – Yaman
Semoga Alloh melindunginya dari makar Rofidhoh dan segenap kejelekan
[1] Beginilah yang biasa mereka terjemahkan, dan
akan datang di banyak tempat dalam tulisan ini. Telah lewat penjelasan
di artikel BEBERAPA FAIDAH SEPUTAR BASMALAH bahwa nama-nama Alloh harus
ditetapkan dengan dalil dan tidak boleh langsung diterjemahkan.
[2] Sebagian ulama menetapkan nama ini seperti Syaikh As-Sa’di Rahimahullohu Ta’ala.
[3] Hutsiyun (pengikut Al-Hutsy) dinisbahkan
kepadanya dan bapaknya, Badruddin Al-Hutsy seorang ulama Rofidhoh.
Husein memimpin perang menghadapi pemerintah Yaman dalam kurun dua belas
tahun mulai dari Perang I s/d IV, dimana pada perang terakhir dia
menjumpai ajalnya dan bangkainya dikubur ditempat rahasia oleh
pemerintah. Setelah itu mereka melakukan perjanjian dengan pemerintah
(yang khianat). Kemudian ketika Yaman dipimpin presiden sementara
(‘Abdurrobbih Manshur) tulang belulang Husein dikembalikan. Husein
kemudian mereka kuburkan di daerah Sho’dah dengan membebaskan
berhektar-hektar tanah di sekelilingnya dan menjadi makam suci bagi
mereka.
Sumber : http://www.ahlussunnah.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar