Senin, 27 Oktober 2014

PELECEHAN ROFIDHOH DAN YAHUDI TERHADAP PENGUASA LANGIT DAN BUMI

PELECEHAN ROFIDHOH DAN YAHUDI
TERHADAP PENGUASA LANGIT DAN BUMI
Subhaanallohi ‘Ammaa Yashifuun
Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy Waffaqohulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد
Alloh Subhanahu wa Ta’ala memiliki sifat-sifat yang sempurna yang tidak tercampuri kekurangan sama sekali. Tidak ada keraguan bahwa Musa dan para nabi yang diutus setelahny ‘Alaihimussalaam, telah menjelaskan perkara ini kepada Bani Isro’il.
Akan tetapi Yahudilah yang sesat dan ingkar serta tidak mengagungkan Alloh sebenar-benarnya.
Demikian juga Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menerangkan perkara ini sejelas-jelasnya, demikianlah keyakinan para shohabat dan demikian pula keyakinan orang-orang yang berjalan di atas sunnah, Ahlussunnah wal Jama’ah.

Akan tetapi Rofidhohlah yang enggan dan menyimpang serta tidak mengagungkan Alloh sebenar-benarnya.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِه
“Mereka tidak mengagungkan Alloh dengan pengagungan yang semestinya”. (QS Al-An’am ayat 91, Az-Zumar ayat 67)
Kecocokan kedua kelompok tersebut dalam sisi ini, merupakan materi yang akan kita singgung kali ini.
PELECEHAN YAHUDI TERHADAP ALLOH ‘AZZA WA JALLA
Telah lewat pembahasan sebelumnya bahwa langkah terbesar yang dilakukan Yahudi maupun Rofidhoh dalam menguatkan -menurut sangkaan mereka- keyakinan mereka, adalah dengan melakukan manipulasi kitab suci.
Sudah menjadi sebuah kelaziman bahwa apa-apa yang dikreasikan dari akal-akal manusia -terlebih jika didasari hawa nafsu-, bakal melahirkan pertentangan dan sesuatu yang bertolak belakang. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS An-Nisa’ ayat 82)
Akhirnya untuk menutupi kekurangan yang nyata tersebut, mereka menempuh langkah-langkah yang lebih rusak, yaitu dengan membuat-buat kedustaan atas nama Alloh dan para rosul-Nya, sehingga mereka pun menetapkan sifat-sifat kekurangan pada Pencipta Alam Semesta dan hamba-hamba-Nya yang mulia.
Banyak sifat-sifat kekurangan yang disematkan Yahudi kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala -Maha Suci Alloh dari segala tuduhan mereka-. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”. Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian) bahkan kedua-dua tangan Alloh terbentang. Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki”. (QS Al-Ma’idah ayat 64)
Alloh mengatakan:
لَقَدْ سَمِعَ اللَهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
“Sesungguhnya Alloh telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Alloh adalah miskin sementara kami adalah orang-orang kaya”. (QS Ali’Imron ayat 181)
Perbuatan mereka ini salah satu buah dari manipulasi mereka terhadap Al-Kitab yang berawal dari keengganan mereka menjalankan apa-apa yang telah Alloh tetapkan.
Masih terdapat bentuk pelecehan lain yang terdapat di kitab-kitab mereka -yang telah termanipulasi-, diantaranya:
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Memiliki anak”
Diantara klaim Yahudi dalam masalah ini adalah apa yang disebutkan di Safar Shemoth (Keluaran) 2/22: “Maka engkau harus berkata kepada Fir’aun: “Beginilah firman Tuhan[1], Isro’il adalah anak-Ku, anak-Ku yang sulung”. [Al-Hisamul Mamdud fir Roddi ‘Alal Yahud 50]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dan membantah kedustaan mereka:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Alloh dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Alloh menyiksa kalian karena dosa-dosa kalian?”. Bahkan kalian adalah manusia biasa di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Alloh mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Kepunyaan Alloh-lah kerajaan langit dan bumi serta apa-apa yang ada antara keduanya, dan kepada Alloh-lah kembalinya segala sesuatu”. (QS Al-Ma’idah ayat 18)
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Capek dan Butuh Istirahat”
Mereka menyifatkan Alloh dengan capek sehingga butuh istirahat dalam penciptaan langit dan bumi. Disebutkan di Safar Bereisith (Kejadian) 2/2: “Alloh selesai pada hari ketujuh dari amalan yang dikerjakan-Nya. Kemudian dia beristirahat di hari ketujuh itu dari seluruh amalan yang telah dikerjakan-Nya”.
Demikian juga di Safar Shemoth (Keluaran) 17/31, disebutkan: “Hal itu karena pada enam hari Tuhan menciptakan langit dan bumi, serta pada hari ketujuh dia beristirahat dan mengambil nafas”.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah membantah kedustaan mereka ini, Dia berkata:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوب
“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”. (QS Qoof ayat 38) [Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan Nashroniyyah 103-104]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Menyesal” dan “Sedih”
Di Safar Shemoth (Keluaran) 32/14 disebutkan.“Maka menyesallah Tuhan karena malapetaka yang dirancang-Nya atas umat-Nya”. [Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan Nashroniyyah 106]
Disebutkan di Safar Bereisith (Kejadian) 6/5-7: “Ketika dilihat Tuhan bahwa kejahatan manusia besar di muka bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan karena Dia menjadikan manusia di bumi, dan hal itu menyedihkan hati-Nya. Berfirmanlah Tuhan: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia, binatang ternak maupun hewan-hewan melata, serta burung-burung yang di angkasa, sebab Aku menyesal menciptakan mereka”. [Takhjiil Man Harrofat Taurat wal Injil 2/248-249]
Demikian juga sifat “menyesal” ini, disebutkan di Safar Samuel I 21/15, Safar Yoel 2/13-14 dll.
Penyesalan dan kesedihan hanyalah timbul dari seseorang yang tidak mengetahui dampak buruk yang muncul dari perbuatannya, Maha Suci Alloh dari hal tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh mengatakan; “Alloh tidak disifatkan dengan “sedih” dan “menangis”, karena sifat-sifat yang kurang ini melazimkan kelemahan”. [Ash-Shofdiyyah 2/37]
Ini sekedar contoh yang diambil dari lima safar yang pertama (yang disepakati Yahudi dan Nashrani sebagai Taurat), sementara di tempat lain di Perjanjian Lama, masih banyak dijumpai sifat-sifat pelecehan yang lainnya, seperti “Menangis” (Yeremia 13/17) dan “Berlinang air mata” (Yeremia 14/17). [Lihat: Diroosat fil Adyanil Yahudiyyah wan Nashroniyyah 107]
Demikian juga di Perjanjian Lama, mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Memiliki istri”, sebagaimana Di Safar Yesaya 50/1: “Dimanakah gerangan surat cerai ibumu tanda Aku telah menceraikannya?”. Di Safar Yeremia 3/8, disebutkan perkataan yang dinisbahkan kepada Alloh: “Aku telah menceraikan Israil perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat talak atas segala yang diperbuatnya”. [Lihat Al-Hisaamul Mamduud fir Roddi ‘Alal Yahud 50-51]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dan membantah kedustaan mereka, sebuah kedustaan yang diperbuat sebagian jin:
وَجَعَلُوا لِلهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ * بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ
“Mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Alloh, padahal Alloh-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membuat kebohongan dengan mengatakan bahwasanya Alloh mempunyai anak laki-laki dan perempuan, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dialah Badi’us Samaawaati wal Ardh[2] (Yang menciptakan langit dan bumi dengan puncak ketelitian, tanpa contoh sebelumnya). Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri”. (QS Al-An’am ayat 100-101)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا * يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا * وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا * وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا
“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Quran, lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan. Yang memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Robb kami, Sesungguhnya  Maha Tinggi kebesaran Robb kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak. Sesungguhnya orang-orang dungu daripada kami telah mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Alloh”. (QS Al-Jinn 1-4)
Adapun di Talmud maka banyak sifat-sifat parah yang mereka ada-adakan terhadap Alloh, kita sebutkan di antaranya:
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Bermain-Main”, “Berdansa”
Di Talmud disebutkan: “Sesungguhnya siang adalah dua belas jam, Pada tiga jam pertama Dia duduk dan membahas syari’at. Pada tiga jam kedua dia menghukumi, Pada tiga jam ketiga dia memberi makan alam, pada tiga jam terakhir Dia duduk dan bermain dengan ikan, malaikatnya ikan-ikan”.
“Setelah Haikal Sulaiman Hancur, Alloh tidak pernah main lagi dengan (Raja) ikan itu, dan Dia tidak lagi suka berdansa dengan Hawa, padahal Hawa telah dihiasinya dengan pakaian yang bagus dan telah merangkai rambutnya dengan jalinan”. [Lihat: Al-Kanzul Marshud 49, Al-‘Aqidah fillah 284-285]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Bersalah”, “Menangis” dan “Menampar diri-Nya”
Talmud menyebutkan bahwa Alloh mengaku salah karena membiarkan Haikal tersebut hancur. Maka Dia menangis dan mengaum seperti singa selama tiga perempat malam, seraya berkata: “Celaka Aku, karena Aku memerintahkan untuk menghancurkan rumah-Ku, membakar Haikal dan merampas anak-anakku”.
Tak sampai disitu, bahkan Talmud menyebutkan: “Alloh menyesal karena meninggalkan Yahudi di dalam keadaan sengsara, sampai-sampai Dia menampar (diri) dan menangis setiap hari”.
Mereka pun menyatakan bahwa Alloh mengaku salah setelah bulan mengajukan protes. Talmud menyebutkan bahwa bulan berkata kepada Alloh: “Kamu telah salah karena menciptakanku lebih kecil dai matahari”. Maka Alloh tertunduk karena hal itu dan mengakui kesalahan-Nya, lantas berkata: “Sembelihkanlah untuk-Ku sebuah sembelihan sebagai kaffaroh (penghapus) kesalahan-Ku., karena Aku telah menciptakan bulan lebih kecil dari matahari”. [Lihat: Al-Kanzul Marshud 51, Al-‘Aqidah fillah 285-256]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Hilang akal”
Talmud mengyebutkan bahwa Alloh bisa dikuasai oleh sifat “Hilang akal”, sebagaimana terjadi di hari Dia murka kepada Bani Isroil dan bersumpah untuk mengharamkan Bani Isro’il dari kehidupan yang abadi. Namun kemudian dia menyesal setelah sifat “hilang akal” tersebut sirna dari-Nya. Dia tidak jadi melaksanakan sumpah-Nya itu karena menyadari bahwa perbuatan-Nya bertentangan dengan keadilan. [Al-Kanzul Marshud 51, Al-‘Aqidah fillah 286]
Mereka menyifati Alloh dengan sifat: “Belajar” dan “Meminta Pendapat”
“Tidak ada kesibukan bagi Alloh kecuali Dia mempelajari Talmud bersama para malaikat”. [Al-‘Aqidah fillah 284, Al-Kanzul Marshud]
“Sesungguhnya Alloh meminta pendapat kepada para Hachom di atas bumi ketika didapatkan sebuah permasalahan yang tidak ditemukan solusinya di langit”. [Al-Kanzul Marshud 46, Itsbatul Musyabahan 2/15]
“Sesungguhnya Alloh -pada malam hari- mempelajari Talmud”. [Al-Kanzul Marshud 46, Itsbatul Musyabahan 2/15]
Masih banyak lagi … Maha Suci Alloh dari segenap kedustaan mereka …
PELECEHAN SYI-‘AH ROFIDHOH TERHADAP ALLOH ‘AZZA WA JALLA
Tak berbeda dengan panutannya, Rofidhoh pun menyematkan sifat-sifat kekurangan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala -Maha Suci Alloh dari segala tuduhan mereka-. Yang walaupun dengan ibarat berlainan, namun sifat yang mereka tetapkan tak jauh berbeda secara hakikat.
~Rofidhoh menyifati Alloh dengan sifat: Al-Bada’ (Memiliki dua makna: Mengetahui Yang Tersembunyi Sebelumnya, dan Muncul Pemikiran Baru), yang konsekwensinya mereka menetapkan adanya sifat “Tidak tahu” bagi Alloh, persis sebagainya yang terlihat dari keyakinan-keyakinan Yahudi. Dimana mereka meyakini, bisa saja Alloh tidak mengetahui sesuatu sebelum itu terjadi, yang membuat Dia kemudian menyesal, sedih, belajar atau punya ide yang baru.
Maha suci Alloh dari segala kedustaan mereka …
Rofidhoh bahkan sangat berlebih-lebihan dalam penetapan sifat Al-Bada’ ini, sehingga banyak dijumpai riwayat-riwayat dusta yang mereka pakai untuk menguatkan keyakinan mereka tersebut.
Dihikayatkan dari Abu ‘Abdillah ‘Alaihissalaam: “Tidaklah ada yang bisa mengagungkan Alloh seperti (penetapan) Al-Bada’”.
Juga dihikayatkan darinya: “Kalaulah manusia mengetahui pahala yang terdapat jika membicarakan Al-Bada’, maka mereka tidak akan lelah untuk berbicara tentangnya”.
Dihikayatkan dari Ar-Ridho ‘Alaihissalaam: “Tidaklah Alloh mengutus seorang nabi, melainkan (dia datang) dengan pengharaman khamar dan penetapan sifat Al-Bada’ bagi Alloh”. [Al-Kaafy 1/146-148]
Akidah ini bahkan sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) di kalangan para pemuka Rofidhoh, sebagaimana dinukilkan Syaikh besar mereka Al-Mufid di Awa’ilul Maqolaat.
Kalau dicermati, maka sifat Bada’ yang ditetapkan oleh Rofidhoh sebenarnya tidak berbeda dengan sifat “Sedih”, “Menyesal”, “Mengaku Salah”, “Belajar” dan semisalnya, karena sifat-sifat ini mengandung konsekwensi bahwa bisa saja Alloh memiliki pemikiran baru yang dengannya diketahui kesalahan pada pemikiran sebelumnya, dan ini adalah makna dari Al-Bada’ itu sendiri. Sebaliknya sifat-sifat yang ditetapkan Yahudi tersebut, serta sifat Al-Bada’, semuanya berujung pada kesimpulan bahwa Alloh “Tidak Tahu” tentang sesuatu kecuali setelah terjadinya.
Maka tak mengherankan memang, jika dikatakan bahwa penetapan sifat Al-Bada’ pada oleh Syi’ah-Rofidhoh merupakan warisan dari moyang mereka: Yahudi. Para ahli tarikh menyebutkan bahwa sekte Saba’iyyah (pengikut ‘Abdulloh bin Saba’ Al-Yahudi, pendiri Syi’ah) semuanya berpendapat tentang sifat Al-Bada’ bagi Alloh. Kemudian wacana ini berpindah ke sekte Syi’ah Rofidhoh yang lain: Al-Kaisaniyyah atau Al-Mukhtariyyah (pengikut Mukhtar bin Abi ‘Ubaid Ats-Tsaqofy, dedengkot Al-Kaisaniyyah yang kemudian mengaku sebagai nabi). Kelompok inilah yang paling terkenal dengan penetapan sifat Al-Bada’.
Para peneliti menyebutkan bahwa sebab berlebih-lebihannya Al-Kaisaniyyah dalam masalah sifat Al-Bada’ ini adalah: Ketika Mush’ab bin Az-Zubair mengutus pasukan yang kuat untuk membunuh Al-Mukhtar dan pengikutnya, maka Al-Mukhtar mengutus Ahmad bin Syamith bersama tiga ribu tentara, lalu dia (Al-Mukhtar) berkata kepada mereka: “Telah diwahyukan kepadaku bahwa kemenangan adalah untuk kalian”. Namun kemudian Ibnu Syamith dan pasukannya takluk, maka sebagian mereka kembali kepada Al-Mukhtar dan mengatakan: “Mana kemenangan yang engkau janjikan kepada kami?”. Al-Mukhtar berkata: “Demikianlah. Dahulu Dia telah menjanjikan kepadaku, kemudian muncul pemikiran baru”. [Ushul Madzhab Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsnai ‘Asyariyyah 2/939-340]
Maka penetapan sifat Al-Bada’ ini adalah salah satu “jalan keluar” bagi Syi’ah Rofidhoh untuk menutupi kedustaan ramalan-ramalan yang telah mereka kabarkan. Dengan konsekwensi keyakinan ini, mengharuskan para pengikut Syi’ah Rofidhoh untuk menerima berbagai pertentangan, kedustaan dan perselisihan dalam kitab-kitab agung mereka. Kalau akidah ini runtuh maka robohlah agama mereka dari asalnya, karena tidak terbuktinya kabar-kabar dan janji-janji para Imam mereka, justru menolak dan bertentangan dengan sifat kemaksuman pada Imam, sebagaimana yang mereka koar-koarkan. Ini juga yang menjadi rahasia kenapa para syaikh Syi’ah-Rofidhoh begitu ngotot dan berlebih-lebihan mempertahankan serta mengagungkan akidah sesat ini. [Lihat: Ushul Madzhabis Syi’ah Al-Imaamiyyah Al-Itsnai ‘Asyariyyah 2/940-943]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bahwa ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, Dia mengetahui apa pun sebelum terjadi, dan semua itu telah tertulis di kitab-Nya. Alloh berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِين
“Pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”. (QS Al-An’aan ayat 59)
Alloh berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Orang-orang yang kafir berkata: “Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”. Katakanlah: “Pasti datang, demi Robbku yang mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepada kalian. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS Saba’ ayat 3)
Rofidhoh adalah pintu masuk pemikiran Tasybiih berbendera Islam
Sebagaimana diketahui bahwa akibat pertikaian dalam beberapa masalah hukum dan keyakinan, maka Syi’ah Rofidhoh terpecah bersekte-sekte, namun yang jelas -jika dicermati- bahwa Rofidhoh adalah pintu masuk bagi pemahaman-pemahaman menyimpang ke tengah-tengah kaum muslimin. Di antaranya adalah pemikiran “Tasybiih” (Penyerupaan hakikat sifat Alloh dengan sifat makhluk) yang mengakibatkan mereka mengada-ada tentang dzat dan sifat Alloh, persis ulahnya Yahudi.
Muhammad bin ‘Umar Ar-Rozi (meninggal 606) Rahimahulloh mengatakan: “Ketahuilah bahwa Yahudi mayoritasnya adalah musyabbihah (memiliki keyakinan Tasybiih). Sementara yang memulai menampakkan Tasybiih di dalam Islam adalah kalangan Rofidhoh seperti: Bunaan bin Sam’an, yang menetapkan anggota-anggota badan serta organ-organ bagi Alloh Ta’ala. Hisyam bin Al-Hakam, Hisyam bin Salim Al-Jawaliqy, Yunus bin ‘Abdirrohman Al-Qummy dan Abu Ja’far Al-Ahwal yang dijuluki dengan Syaithonuth Thoq (Rofidhoh menggelarinya dengan Mukminuth Thoq -pent). Mereka adalah para pemimpin ulama Rofidhoh. Kemudian berdesak-desakanlah orang-orang setelahnya (dalam pemikiran tersebut), yaitu dari kalangan orang-orang yang tidak memiliki bagian dari akal sehat. Kami akan sebutkan kelompok-kelompok mereka secara berurutan.
Al-Hakamiyyah, pengikut Hisyam bin Al-Hakam. Mereka menduga bahwa Alloh Ta’ala memiliki “raga”. Dalam satu tahun mazhab mereka berubah-ubah pada beberapa perubahan. Terkadang mereka mengatakan Alloh seperti leburan (emas atau perak) yang murni, terkadang mereka mengatakan bahwa Dia seperti lilin yang dari sisi manapun engkau melihatnya maka itu adalah wajahnya. Kemudian di akhirnya dia (Hisyam) berpendapat bahwa Alloh terdiri dari tujuh perkara karena bilangan ini lebih dekat kepada keadilan dari pada bilangan-bilangan yang lain.
Kedua: Al-Jawaliqiyyah, pengikut Hisyam bin Salim Al-Jawaliqy Ar-Rofidhy. Mereka menduga bahwa Alloh Ta’ala tidak memiliki raga, akan tetapi memiliki bentuk seperti bentuk manusia. Dia tersusun dari tangan, kaki dan mata. Namun anggota badan-Nya tidak tersusun dari daging dan darah.
Ketiga: Al-Yunusiyyah, pengikut Yunus bin ‘Abdirrohman Al-Qummy. Mereka mengira bahwa Dia, setengah ke atas (dari pusar ke atas) memiliki rongga, dan setengah ke bawah (dari pusar ke bawah) tidak berongga.
Keempat: Syaithoniyyah, pengikut Syaithonuth Thoq. Mereka menyangka bahwasanya Al-Baary menetap di atas ‘Arsy. Malaikat yang memikul ‘Arsy walaupun mereka lebih lemah dari Alloh, akan tetapi yang lemah bisa saja memikul yang berat seperti kaki ayam bersamaan dengan kecilnya ukurannya, dia mempu memikul badan ayam.
Kelima: Al-Hawariyyah, pengikut Daud Al-Hawary. Dia menetapkan anggota badan, pergerakan, diam. Dan dia mengatakan: “Tanyalah aku tentang penjelasan seluruh anggota badan-Nya Ta’ala kecuali penjelasan janggut dan kemaluan-Nya”. [I’tiqodaatu Firoqil Muslimin wal Musyrikiin 63-66]
~Penggerak Rofidhoh Yaman (Hutsiyun) Husein bin Badruddin Al-Hutsiy Ar-Rofidhy La’natulloh ‘Alaihi, berdusta atas nama Alloh seenak perutnya
Tak kalah busuknya dengan para pendahulunya, adalah seseorang yang bernama Husein Badruddin Al-Hutsy si pemimpin sekaligus panglima perang Hutsiyun[3] yang digembar-gemborkan -dalam sebuah ramalan salah seorang penulis dari sekte Imamiyyah Itsnai ‘Asyariyyah- sebagai pemimpin perang yang paling sukses dapa peperangan-peperangan pembuka sebelum datangnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu.
Sebagaimana pendahulunya yang seenaknya berdusta atas nama Alloh, dia dengan gembira menghalalkan Khat (sejenis Psikotropika terlarang, termasuk di Indonesia) dan menyandarkanya sebagai karunia yang Alloh turunkan bagi mereka. Dia La’natullohu ‘Alaihi berkata: “Khat bagi kita, adalah benda yang paling mirip dengan burung Salwa yang Alloh anugerahkan kepada Bani Isroil di “Hari-hari kebingungan”, Alloh menganugerahkan mereka dengan Manna dan Salwa”.
Dia lanjut berkata: “Pohon Khat tidaklah kita anggap sebagai musibah dan bencana pada masa-masa seperti sekarang ini. Tidak, ia adalah nikmat Alloh yang wajib kita syukuri. Ia adalah rahmat dari Alloh sebagaimana Alloh merahmati Bani isro’il dengan burung Salwa di masa-masa kebingungan”. [Ma’rifatulloh (Mengenal Alloh), Bab: Ni’amulloh (Nikmat-nikmat Alloh). Pelajaran kelima hal 5. Tanggal 22 Januari 2002]
Yang dimaksud Husein dengan “Hari-hari kebingungan” adalah hari-hari hukuman bagi Bani Isro’il karena mereka menentang perintah Alloh untuk memasuki Palestina. Yaitu yang Alloh sebutkan dalam kitab-Nya:
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ * قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ * قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ * قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ * قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Musa berkata: “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Alloh bagimu, dan janganlah kalian lari kebelakang (karena takut kepada musuh), sehingga kalian menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Alloh) yang Alloh telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka apabila kalian memasukinya niscaya kalian akan menang. dan hanya kepada Alloh hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Robbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja”. Musa berkata: “Ya Robbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. Alloh berfirman: “(Jika demikian), Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”. (QS Al-Ma’idah ayat 21-26)
Seakan-akan mereka sekarang berada di “Hari-Hari kebingungan” karena Imam Mahdinya belum keluar yang akan memimpin mereka berperang menaklukkan Makkah dan Madinah. Lihat! betapa tepat dia mencari pendahulu yang dipandang paling senasib dengan mereka.
Masih banyak klaim-klaim dia menolak syari’at dengan menyandarkan alasan dusta kepada Alloh, bahwasaya Dia tidak menyebutkanya atau tidak memerintahkannya, seperti: pengingkarannya terhadap azab kubur, tidak adanya ketaatan kepada penguasa (pemerintah). [Asy-Syi’ar Silahun wa Mawaaqif hal 119. Romadhon 1423, Malzamatuts Tsaqofiyyah Al-Qur’aniyyah hal 18. Tanggal 4 Agustus 2002]
لا حول ولا قوة إلا بالله
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
23 Muharram 1435
Darul Hadits – Dammaj – Yaman
Semoga Alloh melindunginya dari makar Rofidhoh dan segenap kejelekan
                                                                                      
[1] Beginilah yang biasa mereka terjemahkan, dan akan datang di banyak tempat dalam tulisan ini. Telah lewat penjelasan di artikel BEBERAPA FAIDAH SEPUTAR BASMALAH bahwa nama-nama Alloh harus ditetapkan dengan dalil dan tidak boleh langsung diterjemahkan.
[2] Sebagian ulama menetapkan nama ini seperti Syaikh As-Sa’di Rahimahullohu Ta’ala.
[3] Hutsiyun (pengikut Al-Hutsy) dinisbahkan kepadanya dan bapaknya, Badruddin Al-Hutsy seorang ulama Rofidhoh. Husein memimpin perang menghadapi pemerintah Yaman dalam kurun dua belas tahun mulai dari Perang I s/d IV, dimana pada perang terakhir dia menjumpai ajalnya dan bangkainya dikubur ditempat rahasia oleh pemerintah. Setelah itu mereka melakukan perjanjian dengan pemerintah (yang khianat). Kemudian ketika Yaman dipimpin presiden sementara (‘Abdurrobbih Manshur) tulang belulang Husein dikembalikan. Husein kemudian mereka kuburkan di daerah Sho’dah dengan membebaskan berhektar-hektar tanah di sekelilingnya dan menjadi makam suci bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar